Seventeen : Miss

61 4 0
                                    

Gybran mengetuk-ngetukkan jari-jemarinya di atas stir mobil. Menunggu Ryanya yang masih berada di dalam mansion—tengah mengganti pakaiannya.

Tin tin

"Anya! Buruan!" teriak Gybran sembari melongokkan wajahnya dari dalam jendela. Malas turun dari mobil mewahnya.

Tak ada respon. Hanya ada suara gemericik air yang berasal dari air mancur yang berada tepat di depan pintu mansion. Sekali lagi, Gybran membunyikan klaksonnya. Memunculkan seorang gadis berpakaian tertutup dan berjilbab tengah menggerutu dengan wajah masamnya. Menbuka pintu penumpang dan membantingnya keras. Gybran menggelengkan kepala. Menepuk dadanya dramatis.

"Astagfirullah, Ukhti. Kalo nutup pintu bisa pelan-pelan gak sih? Sayang atuh sama mobil mahal."

"Percuma mobil mahal, kalo akhlaq pemiliknya nol besar."

"Astagfirullah, sesama saudara tidak boleh mencela atuh. Dosa!" Ryanya menggeram. Menoleh sepenuhnya pada Gybran.

"Bodo, Gy! Dari tadi ngklakson muluk! Berisi tahu gak?! Asal lo tahu, klakson lo itu udah macam toa! Sekalinya bunyi, satu kampung bisa denger," ucap Ryanya hiperbola.

"Dan beruntungnya mansion Papa besar dan kedap suara luar. Jadi, gak kedengeran deh sekalipun gue bunyiin klakson ribuan kali."

"Udah! Gak usah dilanjutin. Panas tahu gak kuping gue," decak Ryanya. Gybran menaikkan kedua alisnya. Memasukkan kopling dan mulai melajukan mobilnya keluar dari area mansion. Ikut turut serta dalam ramainya jalan ibu kota.

Setelah menempuh perjalanan tiga puluh menit, mobil Audy R8 hitam itu memasuki pusat perbelanjaan terbesar se-Jakarta. Sebuah Mal yang amat terkenal dan menjadi satu-satunya yang terbesar di Indonesia. Mal Nusantara.

"Eh, Gy. Kita mampir ke Gramed, ya. Gue mau beli novel nih," rajuk Ryanya sembari mengedipkan mata. Gybran tertawa dan menggeleng. Mendorong pelan kening Ryanya.

"Gak usah sok imut! Lagian, biasanya lo juga beli kan? Gak usah izin napa." Ryanya bersorak. Dan bergegas masuk ke dalam Mal.

Aduh ... ada-ada saja tingkah sepupunya. Sekalinya sudah ketemu novel, langsung dah itu anak cepetnya minta ampun. Anya-anya.

"Eh, Anya," panggil Gybran sebelum Ryanya mengacir. Ryanya yang sedang berjalan pun menoleh. Mengangkat salah alisnya.

"Kita makan dulu. Gue laper. Lagian, kita belum makan siang kan?"

"Tapi, Gy—"

"Udah, ayo! Toko buku kan masih bisa nunggu. Kalo perut kan nggak," jelas Gybran sembari berjalan berbelok. Ryanya mencebikkan bibir dan menggerutu. Di saat dirinya ingin bertemu surganya, ia justru ditahan seperti itu. Menyebalkan!

Lain kali, ia pastikan akan membalas dendamnya pada lelaki itu. Bagaimana pun caranya!

"Anya? Ayo! Ngapain bengong terus? Lo gak laper? Yodah, gue makan sendiri aja," celetuk Gybran dari kejauhan. Ryanya mendesis. Lantas menyusul Gybran hingga di depan restoran.

"Siang, Mas, Bu, ada yang ingin dipesan?" tanya pelayan ramah.

Tunggu! Bu? Ryanya memandang dirinya. Mematut dirinya dari atas sampai bawah. Memandangi dirinya yang mengenakan jilbab bewarna merah muda, kemeja yang senada, rok jeans, dan sneakers biru muda. Apakah ia masih bisa dibilang seperti ibu-ibu ketika dirinya masih mengenakan pakaian ini? Perasaan, ia tidak memakai daster.

SWI AGENCY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang