Twenty Three : Engagement?

35 3 0
                                    

Siang mulai menjelang. Dan kantin pun kini dipenuhi dengan siswa-siswi yang hilir mudik keluar-masuk kantin dengan almamater khas mereka. Almamater yang menjadi maskot dari anak Apollo Mann.

Tepat di dalam kerumunan itu, terdapat seorang gadis yang tengah makan siang bersama seorang lelaki yang tak lain dan tak bukan adalah sepupunya. Memakan sepiring Black Paper Chicken serta sepiring kentang goreng—yang sengaja ia pesan untuk dibagi berdua—dalam tenang. Memakannya dengan sangat khusyuk dengan kursi yang saling berhadap-hadapan.

"Kentang gorengnya gak lo makan nih? Kalo gak, gue habisin, ya," celetuk Gybran dengan tangan yang siap menyerbu beberapa kentang goreng yang tersisa setengah itu. Dan ....

Plak

"Aduh!"

"Kentang gue itu!" sewot Ryanya setelah menepuk keras tangan Gybran. Gybran memajukan bibirnya beberapa senti dan menggerutu.

"Ya habis, gak lo makan-makan sih."

"Ya, sabar kalik, makan siang gue aja belum habis," cerca Ryanya sembari memotong daging ayamnya.

"Cih, lama!"

"Biarin!" Ryanya memasukkan potongan ayam itu ke dalam mulutnya. Mengunyahnya dengan hati yang masih bergejolak. Tidak tenang dengan keberadaan Cantika yang secara tak langsung sudah mengusiknya sejak kemarin. Mengusik hubungannya bersama Artsya. Dan lagi, kenapa Artsya tak kunjung menghubunginya? Apakah sebegitu tidak pentingnya dirinya di dalam kehidupannya? Menyebalkan!

"Eh, Anya!" panggil Gybran cepat. Ryanya tersadar dan menatap Gybran.

"Lihat, tuh! Bukannya itu cewek yang kemarin? Kok bisa ada di sebelahnya Artsya," celetuk Gybran. Ryanya menoleh ke arah pandang Gybran. Menemukan seorang gadis yang tengah mendusel-dusel di samping Artsya dengan kedua sahabatnya yang tak henti-hentinya menggoda.

Ryanya menghela napas. Memakan makanannya secepat mungkin dan sejurus kemudian menghabiskan jusnya dalam waktu hitungan detik.

"Gue balik dulu. Kentangnya lo habisin aja. Gue udah kenyang." Ryanya beranjak dari kursi dan berlalu dari kantin sekolah. Gybran mengernyit kening bingung. Dan kernyitan itu semakin dalam tatkala pandangannya menangkap kepergian Artsya yang baru saja beranjak dari mejanya. Setelah melepas kasar rengkuhan Cantika, yang entah untuk ke berapa kalinya.

Merasa tak peduli, Gybran memilih untuk melanjutkan makannya. Memakan sepiring ketang goreng milik Ryanya sembari memainkan ponselnya.

Ryanya terengah-engah. Menatap sekeliling dengan napas tak teratur. Menyaksikan pemandangan rooftop dengan seulas senyum tipis. Ya, ini adalah rooftop yang saat itu menjadi saksi bisu dirinya bercerita mengenai Angel kepada Artsya. Ah, memikirkan nama lelaki itu saja ia rindu. Apalagi kalau ia bertemu dengannya? Cepat-cepat Ryanya menggelengkan kepalanya. Berusaha mengenyahkannya. Menahan dirinya agar tidak kelewat batas.

Toh, hubungan mereka hanyalah semu. Berbeda dengan hubungannya bersama Cantika yang memiliki status jelas. Ya, seorang tunangan.

"Anya!" panggil seseorang dari balik tubuhnya. Hati Ryanya semakin terhimpit. Tatkala suara bariton itu terdengar.

Kenapa dia harus datang? Di saat ia berusaha 'tuk mengikhlaskannya?

"Anya, dengerin aku dulu," mohon Artsya memelas. Ryanya menggelengkan kepala. Dengan butiran kristal yang jatuh di kedua pipinya.

"Nggak ada yang perlu dijelasin, Artsya. Kamu sudah punya tunangan. Dan apalagi gunanya aku? Aku hanya orang yang secara kebetulan masuk ke duniamu dan bisa hilang di saat kamu tidak memerlukanku lagi.

SWI AGENCY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang