Twenty One : New Student?

41 3 0
                                    

Di pagi yang cerah di Hari Senin, Ryanya meregangkan tubuhnya. Turun dari ranjang dan masuk ke dalam kamar mandi dengan senyum yang senantiasa terukir di paras ayunya. Senyum yang terus terukir semenjak Artsya mengatakan jika ia tulus mencintainya dan akan menikahinya di penghujung pendidikan SMA mereka nanti.

Membayangkannya saja sudah membuat kedua pipi Ryanya merona. Apalagi kalau benar-benar kejadian! Ah, Ryanya jadi malu. Memikirkan seberapa indahnya pernikahan mereka nanti. Sekaligus berharap di dalam hati agar Artsya tidak mengingkari janjinya. Karena jujur, Ryanya telah jatuh hati pada pria bule itu.

Ryanya mematut diri di depan cermin. Memeriksa apakah penampilannya sudah rapi sembari memakai almamater Apollo Mann dan memakai sepatu favoritnya yang bewarna pink-putih. Menuruni tangga menuju Ruang Makan.

"Pagi, Aunty, Uncle, Gygy," sapa Ryanya bersemangat. Gybran yang tengah menggigit rotinya itu pun seketika melongo dengan gigitan roti yang jatuh di atas meja makan.

"Gybran! Jijik tahu gak?" pekik Yuan melihat tingkah Gybran. Gybran tersadar dan buru-buru mengambil tisu. Meraih potongan rotinya dan membuangnya ke tempat sampah. Yuan memutar kedua bola mata malas sebelum menoleh ke arah sang keponakan.

"Ekhem, pagi, Anya. Tumben kamu senyum-senyum gitu? Biasanya kan jarang. Iya gak, Gy?"

"Nah, iya bener, Ma. Gue aja sampai salfok gitu."

"Um ... gak papa, Aunty. Anya lagi mau aja."

"Emang lagi mau atau ada sesuatu yang kamu sembunyiin?" Ryanya terdiam. Tak menjawab dengan kedua pipi merona. Gybran yang melihatnya pun semakin dibuat heran. Tidak biasanya pipi Ryanya merona. Itu pun kalau tidak digoda olehnya.

"Oh, oke. Aunty mengerti. Kamu pasti mendapatkan nilai 100 di setengah mata pelajaran rapotmu lagi kan? Dan setengahnya lagi pasti 95. Emang keponakan Aunty banget deh. Gak kayak Gybran. Nilai gak pernah dapat 100."

"Gygy pernah dapat, ya! Enak aja!"

Plak

"Pernah dapat kapan, hah?" sewot Yuan menatap Gybran horor. Gybran mengelus-elus tangannya yang terkena pukul.

"Waktu SD."

"Hadeh ... itu sudah lama, Gygy. Pokoknya, kamu harus rajin belajar! Kalo perlu, belajar bareng, Anya! Paham?"

"Paham, Ma."

"Kalo begitu, kalian berangkat, gih. Sebelum terlambat." Gybran mengangguk. Mengambil tas yang berada di sampingnya dan berjalan menghampiri Joseph.

"Pa, Gygy berangkat dulu."

"Anya juga, Uncle," seru Ryanya yang telah berdiri.

"Iya, hati-hati." Joseph menerima uluran tangan Gybran.

Sedangkan Yuan menerima uluran tanyan Ryanya dan Gybran. Mereka melambaikan tangan. Berjalan keluar mansion dan menuruni tangga menuju mobil Gybran yang telah terparkir manis tepat di depan mansion. Menunggu sang pemilik 'tuk mengemudikannya.

"Ini, Tuan, kuncinya," ucap seorang pelayan sembari menyerahkan kunci mobil Gybran. Gybran menerimanya dan mengangguk. Berjalan memutari mobil dan masuk ke dalamnya. Disusul oleh Ryanya yang masuk ke dalam kursi penumpang.

Setelah merapalkan doa di dalam hati masing-masing, Gybran memasukkan gigi mobil dan mengendarainya menjauhi pelataran mansion. Melewati jalan setapak sebelum akhirnya keluar gerbang dan turut bergabung bersama pengendara lain menuju sekolah elite nan internasional—Apollo Mann.

Tak butuh waktu yang lama, Ryanya turun dari mobil. Menemukan Artsya yang tengah menatap dirinya. Ia pun menyunggingkan senyum sebelum orang-orang berbisik-bisik seiring mobil sport Jaguar berhenti tepat di depan pintu utama. Semua orang bertanya-tanya. Karena selama ini, ia tidak pernah melihat mobil Jaguar bewarnakan kombinasi navy dan ungu di sekolah. Yang di mana itu adalah warna limited editon dan hanya dikeluarkan di Negeri Paman Sam saja.

SWI AGENCY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang