Eleven : Dating

66 6 0
                                    

Ryanya terus menatap jalanan luar melalui kaca jendela. Tak ada sepatah kata pun yang terucap dari bibir manisnya, sejak ia dijemput oleh seseorang yang tak lain adalah Artsya. Masih teringat akan apa yang ia dapatkan selepas berhasil membuka kotak temuannya.

Ya, berkat Gybran, ia berhasil memecahkan teka-teki itu dengan mengambil gelang pemberian kedua orang tuanya yang memang ia simpan sejak ulang tahunnya kemarin. Sebuah barang berbentukkan kunci yang harus ia jaga. Sekalipun itu harus mengorbankan nyawanya. Dan benar saja, isi dari kotak tersebut adalah beberapa foto lama dan juga sebuah gelang bayi miliknya. Masih terawat dan tertata rapi. Oh ya, dan satu lagi. Secarik kertas bertuliskan, 'Kami sudah menunggumu, Anya. Sudah waktunya kamu bersama kami.' pada lipatan kertas itu.

Tentu, Ryanya penasaran dengan isinya. Siapa sih yang tidak penasaran dengan isinya jika tulisan luarnya saja sudah semisteri itu? Apalagi, kertas itu ia dapatkan dari dalam kotak rahasia sang mama. Benar-benar mencurigakan.

"Anya!" panggil seseorang dari sisi kanannya. Ryanya gelagapan dan menoleh.

"Ya?"

"Kok dari tadi nglamun? Kenapa? Kamu lagi ada masalah?" Tentu saja, Ryanya punya! Tapi, tidak mungkinkan Ryanya mengatakannya seperti itu kepada Artsya? Karena bagaimanapun, ini adalah sebuah rahasia.

Bahkan, Gybran yang notabenenya adalah sepupunya sendiri saja tidak tahu. Apalagi, Artsya yang hanya sekadar temannya? Rasanya, ini tidak cukup adil untuk Gybran. Mengingat status yang ia miliki.

"Nggak, gue gak papa," jawab Ryanya cepat. Artsya mengangguk-anggukkan kepala singkat dan kembali memfokuskan pandangannya pada jalan raya.

Ryanya menghela napas lega. Sebelum akhirnya mobil berbelok dan memasuki loket parkir Ancol-Dufan. Ya, mereka memang berada di satu kawasan yang sama dengan parkiran yang sama pula. Hanya berjarak beberapa meter.

"Terima kasih," ucap Artsya singkat setelah menerima tiket parkir. Ia pun kembali melajukan mobilnya masuk dan memarkirkannya tak jauh dari pintu masuk. Agar nantinya mereka tak perlu lelah berjalan menuju mobil.

Artsya mematikan mobil. Melepaskan seat belt dan membuka pintu. Berjalan memutari mobil 'tuk membukakan pintu Ryanya dan membantunya melepas seat belt.

"Terima kasih," ucap Ryanya tulus. Artsya mengangguk dan mengunci mobilnya. Memakai kacamata hitamnya dan berjalan masuk bersama Ryanya. Membeli tiket dan melanjutkan perjalanan menikmati wahana yang ada di awali dengan Scorpion Pirates yang kebetulan baru-baru ini diresmikan.

"Anya, jangan di situ!" tegur Artsya tiba-tiba. Ryanya menoleh ke sana kemari dengan wajah kebingungan. Bukannya menjawab, Artsya justru kembali berjalan. Membuat Ryanya mau tidak mau mengikutinya dan duduk di tengah-tengah tribune. Tepat di sebelah Artsya.

"Emang, ada apa sih? Kok gue gak boleh duduk di depan? Kan enak tahu bisa duduk di depan. Lebih jelas," ucap Ryanya keheranan. Artsya terkekeh dan menggeleng.

"Nanti lo juga tahu," jawab Artsya yang membuat Ryanya mencebik.

Tidak lama kemudian, pertunjukan dimulai. Di awali dengan seorang lelaki yang mengendarai jet ski disusul dengan pemain lainnya yang muncul dari rumah pohon, rerumputan, atau bahkan bawah pohon.

Waktu demi waktu silih berganti. Hingga sebuah kejadian membuat Ryanya menjerit kaget. Mengapa tidak? Secara tidak sengaja, salah satu pemain tampak sengaja menyemprotkan air kepada penonton menggunakan jet ski miliknya. Membuat penonton basah kuyup.

Oh, jadi ini sebab Artsya tidak mengizinkannya duduk di depan. Agar ia tidak basah? Perlahan namun pasti, Ryanya menyunggingkan senyum senang. Senang dikhawatirkan sekaligus diperhatikan. Yah, selain Gybran, setidaknya, ia masih memiliki Artsya yang ada untuknya. Sosok yang telah berhasil menyusup ke dalam hatinya dan menganggapnya berharga. Layaknya keluarganya dan Gybran.

SWI AGENCY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang