Beauty Psycho 61 : Bubur Buatan Ana

1.1K 221 3
                                    

Saat fajar menyingsing, Sean mengerang pelan karena merasakan cahaya matahari menerobos masuk lewat celah-celah jendela dan gorden putih.

Elisha, gadis itu mengamati wajah Sean yang mulai terganggu sambil menikmati cemilan kecil di sofa. Ia menginterupsi agar pelayan yang berada di kamar ini keluar.

Gadis itu menumpu dagunya sambil tersenyum manis. "Dari semua pacar gue yang manly, pertama kalinya gue melihat cowok cantik kayak Sean."

Elisha lalu melirik buah alpukat yang sudah dipotong kecil-kecil dan ditaburi dengan gula pasir dengan pandangan heran. "Masa iya Sean suka kayak gini? Kenapa nggak diblender aja, sih?" gumamnya.

Mata gadis itu lalu beralih pada segelas jus tomat kental. Elisha bergidik ngeri. "Gue lebih suka makan tomat mentah daripada kentel-kentel kayak gitu."

Sungguh perbedaan selera yang sangat jauh.

Gadis itu bangkit dengan pikiran menerawang. "Orang sakit itu diberi makan apa, ya?" Sebelumnya, Elisha jarang sekali sakit, kalaupun iya, ia akan sakit beberapa hari saja.

Elisha juga tidak makan makanan yang beragam. Kalau sakit, ia memilih untuk meminum obat banyak-banyak dan mengistirahatkan diri dengan bergelut didalam selimut.

Orang kalau sakit ngapain aja, ya?

Tentunya Elisha tidak ingin Sean mengikuti jalan sesatnya. Itu sebabnya, ia berpikir dengan keras.

"Olahraga? Angkat barbel aja kali, ya?"

Di rumah ini, Elisha menyulap sebuah ruangan sebagai gym dengan peralatan fitness kecil-kecilan. Walaupun Elisha tidak pernah mendatanginya sih.

Elisha hanya malas untuk berolahraga jadi ruangan itu tidak ada gunanya untuk saat ini. Elisha menghela nafas lalu berjalan menuju dapur dan menemukan Erick yang menikmati dessert dengan lahap.

Elisha bersedekap dada lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Dih, pantesan nggak ada yang mau sama lo. Lo makan aja masih kayak bocah," komentar Elisha pedas.

"Gue bukan anak bangsawan atau putra kerajaan hingga harus jaga etikat makan kali!" balas lelaki itu tidak terima.

"Ye lo juga harusnya tau malu, kan? Kita udah lama nggak ketemu harusnya lo canggung gitu. Dasar abang nggak ada akhlak!"

Erick melirik Elisha yang tengah menikmati sepotong roti selai nanas dengan tajam. "Tajam, Elle, tajam. Sakit hati gue!" balasnya dramatis.

Elisha terkekeh, setidaknya kehadiran tuyul satu ini bisa membuat rumahnya yang suram menjadi sedikit berwarna.

"Omong-omong tentang malu dan canggung ..." Erick berbicara sambil mengunyah membuat makanan keluar berkali-kali. "... harusnya itu antara lo dan Don, 'kan?"

Gerakan tangan Elisha yang sedang meminum air putih terhenti sejenak dan senyumnya luntur seketika. Ia berdehem singkat sebelum kembali melanjutkan makanannya.

Erick yang merasa suasana tiba-tiba dingin menatap kebelakang, disana ada Don yang sedang berdiri sambil melayangkan tatapan membunuh membuat Erick tersedak.

"Uhuk! Elle- Lisha...!" panggilnya sambil membalikan badan dan menatap Elisha hendak berbicara, namun melihat tatapan mata Elisha yang seakan berkata, 'Bicara lagi, gue gorok lo!' membuatnya menghela nafas nestapa.

"Kakak dan adik setan!" umpatnya pelan.

Duh, kenapa Don pakai segala lewat sih? Kan nggak enak banget suasananya. Elisha hanya bisa memakan roti dengan brutal sambil menatap tajam seseorang dihadapan.

"Kalau menyuruh Sean olahraga nggak kenapa-kenapa, 'kan?" tanya Elisha setelah situasi mulai kondusif. Don yang selalu muncul seperti setan memang mampu membuat suasana berubah.

Beauty Psycho (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang