Hm, rindu sama Rivan:(
_
Ana yang sedang berbaring dikasur menatap gelisah jam dinding. Gadis itu tercekat kala melihat kalau sudah pukul 7 malam.
Ia jadi mengingat kalau malam ini Sean akan pergi ke kediaman Elisha. Entah mengapa ia merasa gelisah, ya, dirinya benar-benar tidak merasa tidak nyaman.
"Ada apa sih?" Ana berujar frustasi. Gadis itu mengusap kasar wajahnya sambil mengerang pelan.
"Ana!"
Ana terlonjak kaget saat mendengar teriakan dari luar kamarnya. Itu adalah suara mamanya, suara malaikat yang membesarkannya hingga sekarang.
Perlahan, gadis itu menyahut, lalu beranjak dari kasur dan berjalan menuju dapur. Biasanya malam-malam seperti ini, ia diminta mamanya membantu memasak.
Itu sudah sering ia lakukan. Mamanya biasanya memasak gorengan dan kue-kue basah lalu menitipkannya ke warung. Hitung-hitung menambah penghasilan.
Ana bisa melihat mamanya yang bernama Eka sedang membuat adonan kue dengan telaten. Gadis itu lalu mengambil alih pekerjaan mamanya itu.
Eka tersenyum lembut, menatap anaknya yang sudah ia besarkan selama 16 tahun. Ia mengelus lembut rambut anaknya.
"Gimana sekolah kamu? Maaf, semenjak kamu pindah sekolah, mama nggak pernah nanya kamu lagi," ucap wanita paruh baya itu.
Ana terkekeh lalu mengangguk kecil, "Baik-baik aja, kok," sahutnya sambil tersenyum.
Bisa dibilang, semenjak dirinya mendapatkan beasiswa di SMA Alger, mamanya bekerja lebih keras agar Ana bisa mendapatkan semua barang dengan layak.
Itu sebenarnya membuat Ana sedikit kebingungan tentunya. Ana tau, kalau mamanya memiliki cukup uang. Ana bahkan pernah melihat nominal rekening dari mamanya ini.
Sangat banyak, Ana bahkan tidak bisa mengingat berapa nol yang ada dibelakangnya. Tidak tau dapat darimana, yang pasti, Eka itu bisa berhenti bekerja di kafe padahal.
Dan juga, menjadi teman Elisha ... ia juga dibayar. Jadi, Ana tidak akan memikirkan tentang uang. Uang yang diberikan Elisha setiap minggunya terbilang banyak.
Apalagi untuk ukuran gadis yang masih pelajar seperti Elisha. Ana bingung darimana gadis itu mendapatkan uang. Ah, mungkin orangtuanya.
Oh, iya, Ana melupakan sesuatu. Ia belum mengatakan kepada mamanya kalau dirinya sudah kelas 12 SMA. Ana yakin, Eka pasti terkejut mendengarnya.
"Ma, aku udah kelas 12," ucapnya membuat Eka mengernyitkan dahi. Wanita yang sedang memotong wartel itu langsung menoleh.
"Akselerasi?" tanyanya membuat Ana mengerdikan bahu. "Pas beberapa hari aku sekolah, tiba-tiba aja disuruh guru naik kelas." Gadis itu berbicara dengan nada bingung tetapi terselip kesenangan didalamnya.
Ya ... semakin cepat lulus semakin baik, 'kan? Setidaknya, yang Ana pikirkan saat ini adalah cara untuk berbakti kepada mamaya.
Eka tentu saja kebingungan mendengar ucapan anaknya. Aneh saja mendengar anaknya tiba-tiba mau lulus dalam waktu dekat.
"Oh, iya, Ma. Aku temenan sama cewek, terus dibayar."
Mendengar kata 'dibayar' membuat Eka membeku. Ia takut jika anaknya disuruh yang tidak-tidak atau malah dijadikan pembantu oleh orang itu.
Melihat kekhawatiran Eka, Ana terkekeh lalu menggelengkan kepalanya. "Dia baik, Ma."
Mengingat Elisha membuat senyum Ana luntur. Ia jadi kembali melihat bagaimana tatapan Sean yang hanya tertuju kepada Elisha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty Psycho (END)
Fiksi Remaja[Mengusung tema mental health pada tokohnya. Ada plot twist dan teka-teki yang membuat Anda mikir.] CERITA INI BELUM DIREVISI! Ketika dua orang dengan masa lalu yang sama dan bersangkutan berusaha keluar dari lubang kegelapan yang penuh dengan teria...