"Sean Pradipta anaknya Martin Pradipta! Sampai kapan lo kayak gini hah!?" Dion mengacak pinggang, memarahi Sean yang selama beberapa hari ini menggambar.
Entah apa yang ia gambar, Dion tahu betul itu hanyalah kamuflase untuk menutupi kesedihannya. Dion bingung ingin tertawa atau menangis saja lagi. Pemuda itu hanya diam selama beberapa hari di kamar.
"Sean, cewek Alger banyak yang cantik-cantik. Tunanganya Rivan atau Lipan, ya, namanya ..." Dion tampak bingung sendiri dengan apa yang ia katakan.
"Terus pacarnya si Arby, nah si Giania tawanannya siapa ya? Gue lupa nama cowoknya tapi ceweknya cocok juga sama lo!" sambungnya semangat.
"Ya walau ... persentase lo digebukin gara-gara rebut cewek orang gede sih. Cewek cantik zaman now gaada yang single apa, ya? Kalau lo mau satu, rebut Se, rebut!" seru Dion menggebu-gebu.
Sesat. Ajaran sesat Dion semakin membuat Sean sakit kepala.
Melihat Sean tidak menganggapi dirinya, Dion kembali berpikir keras. "Hmm, atau ... lo mau coba pacaran sama bini orang. Janda juga boleh."
Sean menghentikan gerakan pensilnya. Pemuda itu menoleh dingin lalu berkata, "Boleh, nyokap lo juga boleh."
"Bangsat! Gue aduin ke Papa mampus lo!" Dion menunjuk wajah Sean kesal. Pemuda itu lalu menghela nafas saat lagi-lagi Sean tidak menganggapi dirinya.
Dion menghela nafas pasrah. "Sebenernya gue bingung, kenapa Elisha deketin lo."
Nampaknya topik ini cukup sensitif bagi Sean. Lihat saja, pemuda itu terdiam kaku dan Dion semakin gencar untuk mengajukan pertanyaan.
"Elisha bantu lo, 'kan? Coba pikir, apa maksud dia sampai bantu lo yang notabene musuh keluarganya?"
Sean sudah memikirkan ini selama beberapa hari tetapi ia tidak menemukan jawaban atas pertanyaannya. Sungguh, ia sudah lelah dengan kekejaman dunia.
"Walaupun dia nggak bantu banyak, ... tapi Elisha cukup memberi lo banyak informasi, 'kan?" tanya Dion. Walaupun tidak dijawab Sean, Dion tetap mengemukakan analisa dibenaknya.
Itu benar, entah itu fakta atau tidak. Nyatanya, Elisha membuat dirinya mengetahui banyak hal tentang keluarga Alexander. Gadi itu membantunya tetapi Sean tidak tahu maksud dari itu.
Sean mulai tertarik untuk membahas ini bersama dengan Dion. Pemuda itu memutar kursinya membuat ia ikut membalikkan badan menatap Dion yang mulai tersenyum kesenangan karena akhirnya tidak diacuhkan.
"Menurut lo ..., ada kemungkinan kalau Elisha punya konflik dengan keluarganya sendiri? Bisa jadi, dia mau balas dendam juga," ujar Sean, mengemukakan segala hal yang terus ia pikirkan.
Dion mangguk-mangguk sedikit paham. "Sebenarnya, perselisihan anggota keluarga kaya itu banyak terjadi di dunia nyata ..."
"Perebutan kekuasaan dan harta warisan?" potong Sean dan diangguki oleh Dion.
"Bisa jadi, tapi masalahnya ... buat apa Elisha ngelakuin itu?"
Nah itu dia. Seharusnya Elisha mendukung Edison dan membuat kesan baik, bukan? Agar, apa yang sudah disiapkan menjadi miliknya di kemudian hari.
"Elisha bahkan mengatakan bahwa ayahnya adalah Mario William. Kenapa dia membuat skandal kelahiran yang rumit?" tukas Sean lalu berdecak.
"Nggak ada untungnya buat Elisha, bahkan ini merugikan dia."
"Elisha bahkan bersimpuh didepan Mario William, buat apa coba? Nggak mungkin kan dia menyerang ayahnya sendiri demi gue? Dia kayak punya dendam pribadi gitu," lanjut Sean semakin frustasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty Psycho (END)
Ficção Adolescente[Mengusung tema mental health pada tokohnya. Ada plot twist dan teka-teki yang membuat Anda mikir.] CERITA INI BELUM DIREVISI! Ketika dua orang dengan masa lalu yang sama dan bersangkutan berusaha keluar dari lubang kegelapan yang penuh dengan teria...