Sean tidak tahu apa yang terjadi. Setelah melihat kepergian Elisha bersama dengan Nia, ia tetap mengawasi keduanya dari jauh. Hm, ia menjadi penasaran dengan apa yang mereka bicarakan.
"Apa yang lo lakukan disini?" Suara seseorang yang sangat ia kenali mengalihkan atensinya. Perlahan, ditatapnya seorang pemuda yang berdiri disampingnya.
"Dion? Lo ngapain disini?" Sean berbalik bertanya, menatap heran seseorang yang sudah seperti saudara kandungnya sendiri.
Dion mendengus, "Ini kafe, bro. Gue nggak boleh datang ke kafe?" sinis pemuda itu.
Sean menghela nafas, "Udah kami sewa nih kafe, lo nggak dikasih tau?"
Merasa tidak ada gunanya berbicara lebih lanjut, apalagi melihat raut terkejut Dion, Sean kembali menoleh, menatap Elisha dan Nia yang berbicara dari jauh.
Entah apa yang mereka bicarakan, tetapi wajah santai Elisha sudah tergantikan dengan raut rumit, sepertinya gadis itu sedang kebingungan.
Raut wajah Nia tak kalah rumit, alisnya saling bertautan. Gadis itu juga menggigiti kuku kentara kali kalau ia mengkhawatirkan sesuatu.
Disisi lain, Ana yang sedang bersama dengan Netta tampak bimbang. Ia merasakan kalau ada yang tidak beres dengan Nia.
"See? Gadis itu banyak tingkah. Sudah tau kalau ia pemeran utama hari ini ..." Netta berdecih dengan raut wajah kesal.
Ana tersenyum tipis lalu ia mengusap pelan punggung gadis yang tampak kesal itu. Ana itu menghela nafas, turut merasa lelah dengan apa yang mereka lakukan hari ini.
"Tunggu sebentar, aku mau mencari Nia dulu!" Ana berdiri lalu menatap kearah kanan, arah Nia tadinya pergi. Tatapannya terpaku pada Elisha yang sedang berbicara dengan orang yang ia cari.
Tersenyum kecil, ia berjalan riang mendekati dua orang yang tampak berbicara itu dengan Elisha yang menjadi pendengar.
Saat ia hampir sampai, Ana mengernyit bingung kala Elisha tampak pergi keluar dari kafe ini. Wajah Elisha yang cantik tampak mengeras.
Namun sedetik kemudian wajahnya kembali tenang, seakan-akan ekspresi sebelumnya tidak pernah ia keluarkan sama sekali.
Walaupun demikian, langkah gadis itu cepat sekali berbanding terbalik dengan raut wajahnya yang santai. Ana merasa kalau ada yang tidak beres.
Gadis itu lalu menepuk pundak Nia. Nia yang tadinya ingin membalikkan badan tersentak kaget. Lalu ia menatap horor Ana yang tiba-tiba berada dibelakangnya.
"Lo mengangetkan gue!" kaget gadis itu.
Ana tidak menghiraukan ucapan Nia, ia menunjuk mobil Elisha yang perlahan pergi dari parkiran sebelum kembali menatap Nia dengan pandangan bingung, "Apa yang terjadi?" tanyanya.
Nia menggaruk tengkuknya bingung, apakah baik mengatakan hal ini disaat mereka sedang sibuk seperti ini?
"Tidak ada," jawabnya, ragu. Sepertinya, ada baiknya membuat rekan timnya ini agar tidak terlalu banyak memikirkan hal lain.
"Bagai pelanduk di cerang rimba. Hm, kenapa kamu?" Ana menatap Nia dengan tatapan menyelidik. Apalagi gadis itu tampak ketakutan dan. bingung untuk berbuat apa.
Nia menghela nafas, "Apaan sih, Na? Hanya membicarakan hal kecil bersama Elisha, kok." sergah gadis itu.
Tidak kehabisan akal, Ana memilih opsi lain yang mungkin saja berguna sekarang. Gadis itu tersenyum miring lalu ia berpura-pura menatap tajam Nia.
"Oh, ya? Kalau begitu jangan bicara dengan aku lagi!" Gadis itu tampak merajuk, padahal ini hanya akal-akalannya saja untuk mengetahui apa yang sedang disembunyikan oleh Nia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty Psycho (END)
Подростковая литература[Mengusung tema mental health pada tokohnya. Ada plot twist dan teka-teki yang membuat Anda mikir.] CERITA INI BELUM DIREVISI! Ketika dua orang dengan masa lalu yang sama dan bersangkutan berusaha keluar dari lubang kegelapan yang penuh dengan teria...