Saat ini Sean sedang berada di apartemen Nia. Ia tidak sendiri, hari ini mereka melakukan kerja kelompok bersama kembali. Ya ... apa lagi yang mereka lakukan selain belajar?
"Ah, udah lebih 2 bulan kita mengerjakan ini, tetapi nggak memberi nama kelompok," celetuk Netta sambil menepuk pelan kepalanya.
Tentunya sebagai ketua kelompok, ia merasa telah melakukan kesalahan. Harusnya ini sudah diperbincangkan dari awal.
Nia mengangguk setuju, ia menjawab, "Kira-kira nama apa yang bagus, ya?" tanyanya.
Sean membuka laptopnya lalu membuka google, "Gue coba searching di google dulu," ucapnya lalu jari-jarinya menekan keyboard.
"Sesuaikan tema aja." Ana menyahut sambil menikmati puding coklat yang disajikan Nia sebelumnya.
Elisha hanya diam, ia awalnya ingin merevisi naskah yang ia buat. Namun, moodnya hilang begitu saja. Ia teringat dengan kejadian kemarin-kemarin.
Elisha dalam fase yang tidak baik-baik saja. Seharusnya ia mengurung diri di kamar selama berhari-hari agar pikirannya tenang.
Tapi, mengingat kalau ia memiliki jadwal yang cukup padat untuk belajar, ia tidak memiliki waktu untuk bersantai, terlebih ia menawarkan diri untuk membantu Sean dalam waktu dekat.
Elisha juga harus menyusun kata, ia harus memikirkan mana yang harus ia ungkapkan dan mana yang harus ia beritahu kepada Sean.
"Psyche," ujar Sean tiba-tiba membuat atensi mereka semua terpusat pada pemuda itu. Sean mendongak lalu menatap kawanannya satu persatu.
"Psyche artinya jiwa. Dalam psikologi, jiwa adalah totalitas dari pikiran manusia, sadar dan tidak sadar," jelas Sean singkat sambil membacanya dari laptopnya itu.
Netta mengangguk kecil, "Bagus, namanya bagus. Gimana, guys?" pendapatnya.
Elisha memiringkan kepalanya lalu mengerdikan bahu, tapi sorot matanya mengatakan 'terserah' bagi Netta. Netta lalu menatap Nia, Ana, dan Yazen yang ikut menggangguk.
Netta tersenyum lebar, "Oke, kelompok satu namanya adalah Psyche. Dan kita adalah tim Psyche!" ujarnya semangat.
Mereka lalu melanjutkan pekerjaan masing-masing.
Detik demi detik, menit demi menit. Tidak disangka sudah pukul 7 malam. Bulan sudah menyinari bumi dengan cahayanya yang indah.
Mereka semua yang sepulang sekolah belum sempat pulang ke rumah membersihkan barang masing-masing dan memasukannya ke tas.
Elisha yang sedang tidak ingin berbasa-basi atau sekedar tersenyum langsung saja keluar dan menjalankan mobilnya menuju rumahnya.
Nia selaku tuan rumah hanya bisa menghela nafas, sudah tak asing dengan perangai buruk gadis itu.
Pukul 8 malam, gadis itu menghela nafas lega saat sudah memasuki kamar. Ia langsung saja merebahkan tubuhnya sejenak.
Menghela nafas, gadis itu menatap langit-langit kamarnya dengan tanpa minat. Beberapa hari ini ia merasakan kekhawatiran yang luar biasa.
Entah sudah berapa banyak kejadian-kejadian yang membuatnya merasa tertekan. Ini sungguh tidak baik bagi pikirannya.
Menatap jam dinding yang harum jamnya terus berputar, Elisha bangkit dari kasur dan berjalan menuju kamar mandi. Namun, sebelum ia masuk, ketukan pintu membuatnya kembali menghela nafas.
"Masuk!" perintahnya tanpa minat. Huh, padahal ia baru saja akan menikmati berendam diair hangat agar pikirannya kembali tenang.
Beberapa pelayan masuk sambil memegang sebuah kotak besar yang dihias dengan indah. Melihat itu, Elisha mengernyitkan dahi sebelum kembali menormalkan ekspresi wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty Psycho (END)
Novela Juvenil[Mengusung tema mental health pada tokohnya. Ada plot twist dan teka-teki yang membuat Anda mikir.] CERITA INI BELUM DIREVISI! Ketika dua orang dengan masa lalu yang sama dan bersangkutan berusaha keluar dari lubang kegelapan yang penuh dengan teria...