"Nona, sepertinya Nyonya Syina sudah tidak punya banyak waktu lagi. Jadi mungkin itu sebabnya, dia langsung mengatakan itu kepada kita."
Elisha mengangguk kecil sembari menatap Don. Gadis itu memutar-mutar penanya dengan wajah berpikir. "Sudah 5 hari saya mengulur waktu dan nenek itu belum menyerah juga," kata Elisha dengan selipan kekaguman.
Don mengangguk setuju. "Tidakkah Nyonya Syina waspada? Walau dalam keadaan seperti itu, harusnya ia tidak perlu gegabah. Bagaimana kalau Anda ternyata orang jahat? Mengapa dia tidak berpikir sejauh itu."
Bukan hanya Don, Elisha juga tak habis pikir dengan wanita yang sudah tua itu. Tapi, itu cukup dimaklumi mengingat Syina sedang dalam keadaan kalut.
"Apakah Anda akan mengulur waktu lagi?"
Elisha menggeleng. "Akan menyusahkan kalau nenek itu merubah pikirannya. Saya pikir, ini sudah cukup untuk bermain-main," jawab Elisha, lalu gadis itu merenggangkan otot lehernya yang kaku.
"Kapan Anda akan bergerak?"
"Secepatnya."
Setelah itu, Elisha terdiam dan Don undur diri. Sejenak, Elisha kembali berpikir, apa yang akan ia lakukan setelah ini?
Tiba-tiba saja nama Erika terlintas dibenaknya. Elisha tidak tahu apa, tetapi ia ingin sekali bertanya sesuatu kepada Erika.
Elisha lalu melirik jam dinding. Sudah pukul 6 sore, dan ia rasa Erika pastinya ada di rumah. Tanpa berpikir lagi, Elisha mengambil kunci mobil dan memakai cardigan.
"Mau kemana, Elle?" tanya Erick yang sedang makan cemilan setelah melakukan pendisiplinan pelayan.
Dari tangga, Elisha melirik sang kakak dengan wajah datar. "Gue mau nemuin Ny. Erika."
"Gila lo?"
Elisha menggeleng lalu berjalan kearah pintu. "Lo kali yang gila. Nyuruh pelayan ngulang-ngulang masak dan banyak makanan yang terbuang," sinis Elisha dengan wajah datar.
"Yakali!" bantah Erick terkekeh. Lelaki itu lalu menyembunyikan beberapa mangkuk makanan yang sama.
"Anggaran dapur setiap bulan naik. Gue pengangguran, Erick! Lo kira gue punya banyak duit?"
Mendengar itu, Erick mencebikan bibirnya dan cemberut. "Guna nama William sama Alexander itu apa sih? Gitu aja repot!"
"Gini-gini gue masih inget buat nggak makan duit haram Alexander!" jawab Elisha lalu gadis itu pergi menuju kediaman utama.
Elisha yakin, Erika dan Edison pasti sudah pindah ke kediaman utama karena Nathan sudah meninggal dunia. Juga, tidak baik meninggalkan rumah itu tanpa pengawasan saat kedua pamannya yang tamak masih tinggal di sana.
Saat memasuki pekarangan kediaman utama yang sangat luas dan asri, Elisha bisa melihat banyak motor besar dan beberapa mobil terparkir tak beraturan di sana membuat Elisha berdecak.
Sungguh merusak pemandangan saja!
Sepertinya, rumah sedang kedatangan tamu. Itu sebabnya, Elisha mencari kacamata hitamnya. Tangannya lalu terulur untuk mengambil satu batang coklat untuk ia makan.
Elisha lalu melewati pintu besar itu dengan langkah ringan. Dibalik kacamata hitamnya, gadis itu mengernyit saat mendengar suara bising dari ruang tamu.
Kunyuk mana lagi yang mengganggu gue?
Gadis itu melangkah dan mendapati banyak pemuda-pemudi yang bercanda tawa. 4 diantaranya adalah sepupunya dan Elisha menebak bahwa orang-orang berisik ini adalah teman-teman sepupunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty Psycho (END)
Fiksi Remaja[Mengusung tema mental health pada tokohnya. Ada plot twist dan teka-teki yang membuat Anda mikir.] CERITA INI BELUM DIREVISI! Ketika dua orang dengan masa lalu yang sama dan bersangkutan berusaha keluar dari lubang kegelapan yang penuh dengan teria...