Menipu hati dengan hidup seperti itu, bukankah sangat menyakitkan?
***
Semua orang memiliki ketakutan dan trauma masing-masing. Tidak ada manusia yang benar-benar sempurna, 'kan? Tentu saja.
Seperti Elisha, citranya sudah sangat buruk sejak ia menginjakkan kaki dilingkungan masyarakat. Ia dikenal tidak mempunyai sopan santun, rasa kasihan, dan rasa bersalah.
Tidak ada yang tahu keluarga dan kehidupan gadis itu. Ia begitu tertutup, hanya guru-guru saja yang mengetahui kalau ia adalah putri sah dari keluarga Alexander.
Namun, mereka tidak tahu. Kalau dirinya memang putri keluarga Alexander. Hanya saja, ia lahir dari rahim seorang perempuan yang dianggap hina oleh masyarakat.
Seorang pelacur, yang kerap kali dihubungkan dengan perangai buruk, penggoda, dan materialisme. Tidak sepenuhnya salah, dan tidak sepenuhnya benar. Entahlah, Elena yang sudah menjadi Elisha tidak mengetahui banyak tentang mama kandungnya.
Yang pasti, ia ditinggalkan sendirian di rumah terkutuk itu. Bertahun-tahun tinggal disana bukannya terbiasa dengan apa yang terjadi, ia malah tertekan.
Semua yang terjadi memaksanya untuk dewasa sebelum waktunya dan itu sangat ... menyakitkan.
Apalagi sejak berubah menjadi Elisha dalam satu malam. Kehidupannya berubah, tetapi tidak ada yang istimewa. Tidak ada hal yang membuatnya tersenyum tulus.
Hatinya membeku dan menghitam. Gumpalan darah penuh dendam mengalir ditubuhnya. Dendamnya akan keluarganya. Tanpa bisa terelakkan, itulah perasaannya.
Saat SMP, ia memutuskan untuk pergi dari rumah. Bermodalkan uang warisan kakek dan neneknya dari pihak mana kandungnya yang seorang pelacur.
Kaya, nenek dan kakeknya kaya. Itu mengherankan mengingat mamanya adalah seorang pelacur. Apa yang dicari mamanya jika memiliki orangtua yang kaya? Pria atau kepuasan?
Elisha tidak mengerti dan berharap tidak mengerti. Nyatanya, memahami permasalahan orangtua hanya akan membuatnya semakin lelah.
Kembali mengingat masa kelamnya tidak ada gunanya, selain mendapatkan kenangan buruk, apa yang ia dapatkan lagi? Hanya saja, ini tidaklah mudah. Andai saja ia bisa mereset ulang ingatan buruknya.
Elisha pernah berjanji untuk tidak pernah kembali saat kakinya melangkah keluar dari kediaman ini. Namun, takdir berkata lain, Elisha sendirian yang mendatangi rumah terkutuk ini.
"Wah-wah. Putri Alexander akhirnya kembali ke istananya."
Elisha sangat mengenal suara ini, suara lembut seorang wanita. Wanita yang menjadi ibunya, Erika. Dengan sedikit enggan, ia menoleh. Nyatanya, perasaan takut ini masih merasuki renung jiwanya.
Entah sudah berapa lama ia meninggalkan kediaman ini. Tidak banyak yang berubah, karena kedua orangtuanya bukanlah orang yang bisa berubah.
Tentu saja, jika tidak, mungkin kehidupan Elena akan baik karena rasa bersalah kedua orang suami-istri itu.
Memikirkannya saja tidak mungkin, bukan? Hanya membuang-buang waktu untuk hal yang tidak berguna. Kedua orang itu bahkan tidak meneteskan air mata saat mengetahui salah satu anak mereka mati ditangan anak lainnya.
Seluruh keturunan keluarga Alexander gila. Tidak ada yang benar-benar normal. Elisha menyakini hal itu.
"Ah, Mrs. Alexander?" jawab Elisha malas, menutupi rasa gugup dan ketakutannya. Dingin yang mencekam tiba-tiba datang begitu saja.
Erika menginginkan senyum miring, menatap anak perempuannya yang tiba-tiba menginjakan kaki di rumahnya setelah sekian lama. "Aku benar-benar tidak menyangka, kalau kau menyerah secepat ini, baguslah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty Psycho (END)
Fiksi Remaja[Mengusung tema mental health pada tokohnya. Ada plot twist dan teka-teki yang membuat Anda mikir.] CERITA INI BELUM DIREVISI! Ketika dua orang dengan masa lalu yang sama dan bersangkutan berusaha keluar dari lubang kegelapan yang penuh dengan teria...