"Jadi, gue mau setiap pulang sekolah, kita bakal tinggal 2 jam buat ngerjain ini," ujar Netta serius.
Saat ini mereka sedang berada di laboratorium. Mereka menggunakan ruangan ini karena lebih dekat dari kelas.
Beberapa waktu yang lalu bel istirahat berbunyi, namun tampaknya kelompok mereka tidak ada yang pergi ke kantin. Itu sebabnya, Netta membawa mereka semua ke sini.
Elisha duduk dengan gaya andalannya yaitu bersedekap dada sambil tersenyum miring. Ana mengeluarkan kotak bekalnya, begitu juga dengan yang lain.
Ekor mata Elisha menangkap sebuah lirikan dari arah kirinya, tanpa menoleh, ia sudah tau siapa pemilik mata itu. Sean, pemuda itu menatapnya membuat Elisha sedikit salah tingkah.
Sean menghela nafas, seberapa besarpun ia berusaha berpikir, ia tidak tau bagaimana waktu itu sangat pas saat Elisha menyinggung tentang seorang gadis yang terkurung.
Di waktu yang sama, ia mendapatkan satu kepingan ingatan yang selama ini tidak ia ingat. Alasan mengapa dirinya selamat, entah apa yang dilakukan gadis itu, Sean yakin kalau dirinya selamat karena gadis kecil itu.
Dirinya sangat ingin tahu apa yang terjadi sebelumnya dan sesudah kejadian itu.
Dirinya ingin sekali bertanya. Tapi, tidak ada waktu yang tepat. Mungkin ia akan mengetahui hal itu lain kali.Ana mengeluarkan bekal makan siang yang ia bawa dari rumah membuat Elisha berdecak. "Ngapain bawa makanan dari rumah disaat kita diberi makanan dari pihak sekolah?"
Hm, bukan diberikan secara cuma-cuma, sih. Yang pasti makanan yang setiap siswa dapat juga dari bayaran setiap bulannya yang tidak bisa dibilang murah.
Tapi Ana bisa dibilang beruntung karena masuk ke SMA Alger lewat beasiswa.
Ana terkekeh, "Apa cuma aku yang nggak srek sama menunya?"
Netta mengangguk mengiyakan, "Benar, sih. Apa cuma gue yang merasa kalau menu satu minggu terakhir sama aja? Nggak ada bedanya," timpalnya membuat Ana mengangguk balik merasa kalau Netta mengatakan alasan yang sama dengannya.
Nia menatap mereka berdua lalu atensinya terfokuskan pada Elisha yang memandangi kukunya yang indah. Diambilnya sebuah kotak bekal dari tasnya.
Netta yang melihatnya mendelik, "Tumben kaleng rombeng diam aja dari tadi," ucapnya membuat Nia berdecih.
Ana tertawa lalu matanya ikut melihat menu makan Nia. "Aku nggak pernah lihat kamu makan lho, Nia."
Nia hanya tersenyum tipis, apa se-kentara itu, ya? Ia jadi canggung.
Elisha tersenyum miring menatap gadis itu. Dilihatnya menu makan yang dibawa Nia, nasi bersama ikan goreng. Tak lama, gadis itu mengeluarkan kotak bekal yang berisikan bermacam buah-buahan.
"Gue kira ada yang bakal makan salad sama ubi saja," cibir Elisha, Nia menghentikan pergerakannya. Canggung, ia baru tahu kalau teman-temannya menatap dirinya seperti itu.
Seakan-akan dirinya tidak pernah makan dihadapan mereka, ya ... walaupun itu kenyataannya, sih.
Netta yang merasa suasana makin tidak kondusif segera berkata, "Oke, lebih baik kita diskusi kilat aja," ucapnya merasa kalau mereka sudah lama membuang-buang waktu dengan membahas yang tidak penting.
Elisha mengangguk malas lalu mengambil penanya. Gadis itu juga mengambil kacamata dari saku bajunya dan memakainya dengan anggun.
"Karena kita bakal mengusung tema mental health ... jadi, menurut kalian, ilustrasi apa yang tepat kita pakai?"
Semuanya tampak berpikir, tidak terkecuali Yazen yang biasanya terlihat lesu. Ya ... walaupun masih terlihat ogah-ogahan, paling tidak pemuda itu tidak melalaikan tugasnya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty Psycho (END)
Подростковая литература[Mengusung tema mental health pada tokohnya. Ada plot twist dan teka-teki yang membuat Anda mikir.] CERITA INI BELUM DIREVISI! Ketika dua orang dengan masa lalu yang sama dan bersangkutan berusaha keluar dari lubang kegelapan yang penuh dengan teria...