Bab 17 : Tempat Makan, Kondangan & PHP Tingkat Kecamatan

123 36 15
                                    

Bisa kita ketemu setelah kamu pulang kantor?

Satu pesan masuk, tetapi tidak juga berbalas sampai jam kantor berakhir dan orang-orang mulai meninggalkan ruangan, termasuk Intana dan Zainal. Mereka beralasan ingin makan masakan rumah dan berharap tidak ada lembur untuk hari ini. Jadi, Raka membiarkan mereka pulang dengan tenang.

"Ada apa Alika kirim pesan? Nggak mungkin, kalau aku yang harus menghubunginya lebih dulu, kan? Dia yang butuh, bukan aku." Pertanyaan tersebut terus menggaung dalam pikirannya. Ia berusaha mencari jawaban yang tepat, sampai tidak dapat berkonsentrasi dengan pekerjaannya hari ini.

"Jam segini kok belum pulang, Mas?" tanya Heni dari balik kubikel, membuyarkan lamunan Raka.

Cling... satu pesan lagi masuk.

"Alika, lagi?"

Ada yang aku dan Septian mau tanyakan soal sewa di mal. Kami tertarik untuk menyewa dalam waktu dekat. Bisa ketemu?

"Mas Raka?" tanya Heni sekali lagi, sedikit mengeraskan suaranya karena Raka tidak juga menjawab.

"Sebentar lagi pulang, Hen. Kamu mau pulang juga?"

Heni mengangguk. "Iya, soalnya di ruangan belakang sudah sepi. Agak takut kalau lama-lama sendirian. Cuma dengar suara mouse sama keyboard, lama-lama bikin merinding."

"Mau bareng pulangnya? Tapi, aku ketemu sama teman dulu. Nggak maksa, sih. Kalau kamu mau langsung pulang juga nggak apa-apa. Pasti capek dimintai data seharian."

"Boleh. Nggak terlalu capek juga, kok. Tapi sekalian makan, ya? Lapar."

"Oke," Raka menjawab disertai jembol yang mencuat.

Oke. Ketemu di mana?

Dengan cepat, Raka mengetik balasan kepada Alika dan segera membereskan meja kerjanya yang berantakan, seperti pikiran dan juga hatinya.

"Tunggu 10 menit, aku beres-beres dulu. Terus, kita cabut."

"Aku ke toilet dulu ya, Mas."

Tidak butuh waktu lama bagi Raka untuk meninggalkan meja kerjanya, dan berlanjut berkendara bersama Heni menuju kafe Legi Pait. Satu kafe cukup ramai di daerah Patimura.

Kalau bukan Alika yang memilihkan tempat, kemungkinan besar Raka akan menolaknya karena selain banyak mahasiswa, terkadang live music yang ditampilan oleh kafe sedikit mengganggu, meski nikmatnya snack dan cokelat panas tidak dapat disangkal.

"Ketemu sama siapa, Mas?" tanya Heni.

"Alika."

Untung saja lampu di dalam mobil Raka sudah padam sewaktu pertanyaan tersebut meluncur. Jadi, Raka tidak dapat mengetahui perubahan air muka Heni yang sedikit masam, sebelum akhirnya pintu samping terbuka. Cepat-cepat Heni tersenyum.

"Ada nasinya, kan?" tanya Heni saat Raka menutup kembali pintu mobil.

"Adanya mi goreng. Mau?"

"Boleh, deh. Lapar banget soalnya."

Raka terkekeh saat berjalan di sebelah Heni, masuk ke kafe yang tidak terlalu ramai pengunjung malam ini. Mungkin, karena anak kuliah sedang libur setelah ujian tengah sementar jadi suasana kafe sedikit lengang. "Tahu, kok. Tadi dengar bunyinya."

Rasa-rasanya, kafe Legi Pait tidak berubah sedikit pun, selain sedikit tambahan lahan di sebelah kafe yang dulunya taman. Kali ini, dipergunakan sebagai area merokok dengan beberapa bohlam menjulur dari kabel yang dibentangkan sama rata.

Istana PasirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang