Bab 20 : Keinginan Melawan Nasib

125 31 16
                                    


Heni sengaja membuka cerita di salah satu platform kepenulisan online, wattpad, saat pekerjaan yang dibebankan Bos Besar selesai.

Di depan layar komputer, Heni sedang memelototi prolog novel digital berjudul, "Back To You". Memang, baru beberapa bab saja yang diunggah, tetapi cukup membuat Heni penasaran mengikuti alurnya. Bagaimana si pemeran utama merebut perhatian suaminya kembali setelah mengetahui ada perempuan lain di luar sana.

Saat kalimat terakhir pada novel terselesaikan, Heni melangkah ke ruang depan, mendapati kursi milik Raka kosong. Tidak seperti biasanya.

"Bos lagi ke mana?" tanya Heni saat Intana berdiri dari kubikel menuju pantry untuk memakan bekal makan siangnya.

"Makan siang sama klien. Ada apa?"

"Nggak ada apa-apa. Agak aneh aja. Tumben-tumbenan jam segini sudah kosong mejanya."

Intana memperhatikan sekali lagi meja Raka yang sedikit berantakan. "Iya, ya. Nggak biasanya Pak Raka makan siang sama klien sendirian."

"Makan siang sama Bu Alika, ya?" Akhirnya, pertanyaan itu keluar dari bibir Heni.

"Seratus. Kamu makin pintar, ya," timpal Zainal sedikit sarkas, ketika beringsut dari meja kerjanya, membawa serta bekal dari dalam tas. "Tadi, kata Pak Raka mau makan di atas. Sekadar informasi buat Heni, kalau mau nyusul."

"Mau ke mana?" tanya Intana saat Zainal mendekat ke arahnya.

"Kalau Heni mau nyusul Pak Raka ke food court, pasti ketemu," jawab Zainal, sembari mengerling.

"Bukan Heni. Maksudku, kamu mau ke mana?" tanya Intana, jelas pertanyaan tersebut ia tujukan kepada Zainal.

"Ya makan sianglah sama pujaan hatiku. Mau ke pantry. Kenapa? Nggak mau makan siang sama pujaan hatimu ini?"

"Najis tralala." Intana menghindar ketika tangan Zainal sedikit lagi meraih pundaknya. "Makan aja sama Pak Kumis."

"Aku aduin Bos Besar, ya. Biar gajimu dipotong, terus nggak bisa shopping, creambath di salon, malam mingguan. Biar kapok!"

"Silakan. Nggak ada urusan, soalnya secara de'facto, dia sudah bukan karyawan sini lagi. Tinggal tunggu waktu, habis itu cus. Bye...."

Mereka kompak tertawa, sambil melangkah menuju pantry yang terletak bersebelahan dengan ruang accounting, terbungkus rapi oleh partisi dan sticker kaca warna abu-abu polos.

Dengan langkah pelan memutar pintu, Heni sempat berpikir sejenak. Melanjutkan langkahnya menuju kantin atau menyusul Raka ke atas. Ke food court.

Tiba-tiba kalimat dalam novel digital yang dibacanya menyeruak.

Mungkin, ini saat yang tepat untuk mencobanya. Paling nggak, aku punya bahan untuk memaki siapa saja yang berani-beraninya membuat quote dalam novel semenjijikan itu, kalau sampai tidak berhasil.

Heni memberanikan diri melangkah ke food court dengan alasan ingin mengambil peran dalam pembukaan toko baru Alika.

#

Beberapa pasang mata terus mengamati Raka yang pulang larut malam dari ruang tengah saat tivi sedang memutar sinetron. Saat masuk rumah dan mengucapkan salam, Raka tidak meminta tolong kepada Nani untuk segera mempersiapkan makan malam seperti biasanya.

"Maaf, tadi mau balas pesannya, tiba-tiba hp mati. Kehabisan baterai dan nggak bawa charge." Raka langsung berkilah sebelum Nani bertanya.

Istana PasirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang