Heni mengulurkan beberapa lembar kertas dari dalam map plastik setelah ia dan Raka sampai di restoran dengan penerangan hangat, menjulur dari atap. Kata Raka, restoran tersebut adalah favorit-nya, yang Heni sangsikan kebenarannya karena Raka tidak pernah membawanya ke tempat tersebut."Ini saya bawakan konsepnya, Bu Alika."
"Panggil Alika saja. Atau, Mbak juga boleh, biar lebih akrab," kata Alika santai, dengan tawa kecil saat menerima uluran kertas dari tangan Heni.
"Panggil Ibu Alika saja biar lebih formal."
Ada desahan kecil tertinggal pada bibir Alika sebelum membalas perkataan Heni. "Terserah."
"Nggak usah sok akrab, deh!" Heni membatin, mengarahkan pandangannya kepada Raka yang akan membuka mulutnya, tetapi Heni berhasil menyumpalnya hingga embusan napas saja terdengar.
"Pak Septian ke mana, Bu Alika?"
Kali ini tidak ada toleransi. Pandangan Raka langsung membulat, bersiap mengulitinya hidup-hidup, tetapi Heni tetap teguh pada pendiriannya. Ia cenderung memasang wajah tidak berdosa dan bersiap mendengar jawaban Alika.
"Ada apa cari suami saya?" Pandangan Alika masih tertuju kepada konsep yang diserahkan Heni, tetapi jelas ada ketidakramahan pada nada bicaranya.
"Tidak ada apa-apa, Bu Alika. Maksud saya, lebih enak kalau pembahasan konsepnya bisa berdua, seumpama diperlukan biar bisa ambil keputusan cepat."
"Saya bisa memutuskannya sendiri tanpa harus ada suami saya. Jadi, kamu tenang saja."
"Baik."
Balasan spontan dari Heni cukup mengganggu Alika, sampai ia mendongak dari map. Apalagi, saat melihat Raka memilih diam, menyaksikan mereka berdua bercakap-cakap. Alika sepertinya sedikit tidak nyaman berada di antara mereka. Ia merasa, ada jurang yang tidak dapat dilaluinya, apalagi untuk menembus pertahanan Heni melalui untaian tali yang dibuatnya sebagai pemisah. Ingin rasanya ia meninggalkan Heni sendirian, lalu merobohkan untaian tali tersebut.
"Aku lupa tanya, Al. Kemarin kan sudah bilang sama pihak fit out mengenai design shop front toko kamu. Sama mereka, disuruh koordinasi dengan pihak tenancy besok, sesuai apa tidak dengan draft yang kamu tanda tangani di MOU."
"Al?" Heni membatin. "Sudah panggil nama langsung, tanpa embel-embel 'Bu' lagi?
Jelas sekali Alika ingin mengakhiri pertikaiannya dengan Heni, dan Raka mampu menangkapnya dengan baik. Jadi, Raka segera memposisikan diri sebagai penengah agar tidak menjalar ke mana-mana. "Aku info ini dari kontrak yang sudah ditandatangani, tapi jangan dijadikan acuan sebelum aku baca lagi untuk memastikan. Kamu boleh ubah shop front asal dibalikin seperti semula kalau nantinya sudah nggak perpanjang sewa. Biasanya pihak tenancy minta surat resmi dari kamu, bertanda tangan dan ber-materai."
"Wah, biaya lagi dong nantinya kalau aku keluar?" tanya Alika polos.
"Di semua mal rata-rata begitu. Mau keluar atau masuk, pasti dihitung biaya. Yah, semoga perpanjang terus."
"Amin."
"Maaf, bagian fit out masih satu departement sama saya. Kenapa nggak tanya saya saja?" Heni hanya membatin dan berkeinginan memperdengarkannya kepada Alika, tetapi ditahannya. "Jadi gini ya, jadi lalat itu? Maafkan aku, Bu Intana. Mungkin ini yang namanya karma."
"Pak Raka, saya pesan makan dulu, ya?" Heni akhirnya memberanikan diri memotong pembicaraan mereka berdua.
"Iya, Hen. Kamu boleh pesan makan. Pasti lapar ya, sepulang dari kantor langsung ke sini. Kalau saya pesan makannya nanti saja. Saya orangnya memang tahan lapar," sahut Alika santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istana Pasir
Romance[Daftar Pendek The Wattys 2021] Janur kuning atau jalarane nur adalah perlambang memasuki bahtera rumah tangga. Kalau mau dikupas lebih dalam lagi, janur kuning bisa disebut sebagai mantra untuk menyingkirkan hal-hal yang tidak diinginkan dalam suat...