"Memangnya kamu kenal sama Alika?" tanya Joni kepada Heni yang masih berdiri bersamanya, sementara Raka memilih menepi, mengobrol bersama Alika sambil mengantre bakso.Heni seperti diingatkan untuk menjawab pertanyaan tersebut secepatnya. Jadi, ia menggeleng sambil memulas tawa kecil saat Joni masih betah melirik. "Baru kali ini ketemu sama Mbak Alika. Cantik banget, ya. Kalau ada artis lewat bakal minder. Aku yang cewek saja terpesona sama cantiknya. Mana kulitnya bening kayak mandi susu setiap hari, sementara aku mandi sinar matahari. Kusam, rambut apek."
Joni mengangguk, meneruskan mengamati Alika dari ekor mata masing-masing.
"Tunggu sebentar." Tiba-tiba saja Heni menghentikan pandangannya. "Is she?"
Joni tahu ke arah mana pembicaraan Heni dan langsung mengangguk. Berbisik. "Mantan terindah."
Air muka Heni langsung berubah. Menerima rasa iri yang tiba-tiba menyeruak. "Pantas saja kalau Mas Raka klepek-klepek. Tampangnya angelic, gitu."
Selayaknya dalam pertunjukan saat panggung besar dengan banyak lampu serta pelakon, Alika berlaku seperti seorang dewi yang tidak perlu duduk di singgasana hanya untuk tahu bahwa ia pantas di sana. Sekali tengok, Alika memiliki kemampuan menyedot perhatian. Antrean mengular ketika mengambil bakso pun seperti sebuah testimoni bagi Alika. Ia harus tersenyum saat orang-orang terus memandanginya. Beberapa bahkan berani berbasa-basi dengan salah sebut nama untuk sekadar berkenalan, bahkan ada yang grogi sampai tangannya tercelup kuah bakso panas. Raka yang berada di sebelah Alika hanya bisa geleng-geleng ketika beberapa kali Alika melayani pertanyaan mereka. Mungkin, kalau kejadiannya saat ia masih bersama Alika, ia akan mencak-mencak.
"Tadi itu siapa?" tanya Alika saat keadaan sudah lebih aman untuk kembali ke kenyataan bahwa ada seseorang yang berdiri di sebelahnya dan harus diajaknya bicara.
"Siapa?"
"Itu, yang datang sama kamu. Yang sekarang sama Joni." Alika terkekeh.
Dari tawanya yang sedikit lebar, gigi Alika terlihat rapi dan terawat. Bukti bahwa keluhannya mengenai kawat gigi yang dirapatkan oleh dokter setiap kali bergerak, ngilu dan keluhan lain yang sanggup Raka dengarkan seharian penuh, mendapat hasil maksimal. Putih, bersih, dan rapi, selaras dengan rona wajahnya.
"Dia maksudmu?" Tunjuk Raka kepada Heni yang sedang berbincang dengan Joni.
Alika mengangguk. "Pacar kamu?"
Setelahnya, berganti Raka yang menggeleng. "Teman kantor. Karena Naya nggak mau diajak ke sini, makanya kuajak Heni. Kamu masih ingat adikku Naya, kan? Daripada jadi kambing congek kalau sampai nggak ada yang dikenal. Untung ada Joni... sama kamu."
"Adikmu yang manis itu, kan? Masihlah, Ka. By the way, kamu lagi sibuk apa sekarang?" Pertanyaan Alika berubah secepat kilat setelah mendapat informasi kecil mengenai siapa Heni, seolah tidak ingin membahas lebih lanjut.
Raka bereaksi senatural mungkin. "Lagi sibuk jualan unit di mal dari hari senin sampai jumat, selain nulis-nulis yang belum tentu terbit bukunya, kalau nggak ada acara seperti ini. Biasalah, kerja jadi babu biar bisa beli rumah, mobil, jalan-jalan terus pengin beli apa pun nggak perlu lihat price tag-nya."
"Keren. Kamu masih sama seperti dulu. Aku masih ingat cerpen-cerpen patah hatimu yang dimuat di surat kabar. Tapi dari tadi nggak sebut buat istri atau pacar. Atau, terlewat?" tanya Alika dengan nada setengah bercanda. Tangannya tergerak mengambil setengah sendok sambal untuk bakso.
Raka berpikir sejenak. "Belum ada yang pas. Doakan secepatnya."
Ada semacam kikuk di antara mereka. Beruntung, hanya butuh sekian menit menyelesaikan kegiatan meracik bakso dan kembali bergabung bersama Joni dan Heni.
"Lagi ngobrolin apa?" tanya Alika setelah berhasil mengusir kikuk. "Seru banget kayaknya. Wajah Joni ini nggak pernah bisa serius jadi malah bikin penasaran."
"Si Heni lagi cerita kelakuan norak artis-artis yang pernah diundang sama mal-nya buat acara ulang tahun. Sama apa tadi, buat malam tahun baru, ya?" jawab Joni, menebar tawa kepada yang lain.
"Seru ya, kelakuan mereka kalau ada dibalik layar," timpal Alika dan segera menyeruput kuah bakso sambil memejamkan matanya sejenak. "Gila. Ini enak banget. Rasanya mirip sama bakso Solo langganan aku yang di dekat flyover."
"Enak banget ya, Al. Aku saja sampai nambah dua kali dan harus pelan-pelan makannya, saking nggak mau cepat habis. Kalau boleh, aku mau kayak Suzanna sebenarnya, makan satu panci, tapi nggak boleh sama yang jaga," timpal Joni dan disambut tawa lainnya."Eh, aku terusin cerita artisnya, ya. Kata Heni, ada satu artis perempuan yang nggak mau disentuh orang lain pas di belakang panggung, termasuk sama LO. Habis itu, ada lagi yang harus disediakan dua galon air mineral cuma buat mandi karena takut kulitnya rusak. Kirain, begitu itu cuma gosip. Belum lagi yang minta disediakan kolam renang kecil di kamar hotelnya biar bisa renang dengan tenang, tanpa diganggu. Dikira mau liburan resort di Bali. Padahal, mereka itu lagi kerja. Dibayar suruh nyanyi. Ngamen, kasarnya. Terus, ada lagi yang kelakuan artisnya normal, malah managernya yang menyebalkan. Sok ngartis."
"Kok jadi emosi, Mas Joni. Biasa saja. Namanya juga orang lagi punya duit banyak, pasti berulah. Manusia bisa beda kalau di posisi itu. Ada yang makin slow, tapi banyak juga yang kurang ajar," kata Heni di sela-sela penjelasan Joni.
"Siapa artis-artis itu?" tanya Raka penasaran.
"Lah, kamu kan sekantor sama Heni, masa nggak tahu?" tukas Joni.
"Nggak semua hal mesti aku tahu, Joni. Dan, nggak semua hal mesti Heni cerita, termasuk hal-hal begini. Memangnya kita tukang gosip."
"Itulah kelemahanmu dari dulu, Ka. Kurang peka. Sampai nggak ngeh kalau ada yang nyatain cinta segala. Itu sudah jadi kebiasaanmu yang nggak pernah berubah sepertinya."
Raka yang sedang menikmati kuah bakso langsung tersedak, sementara Heni membelalak dan menggeleng pelan kepada Raka.
"Jangan asal ngomong!"
"Lah, malah tersinggung. Perlu aku beberkan satu persatu buktinya?" Gertak Joni dengan senyum jail terpampang.
"Nggak perlu. Kita kan selalu jadi sahabat yang baik." Peluk Raka dengan tawa kecil mengiringi, mencoba untuk menenangkan hatinya setelah menyerahkan mangkuk bakso yang sudah habis kepada petugas kebersihan.
"Hen, kalau sampai Raka kampret ini nggak jawab kalau kamu nyatakan cinta, bilang ke aku, bakal aku tampol. Biar nggak kebiasaan sok nggak laku."
Untuk kedua kalinya, Raka memandang ke arah Heni yang salah tingkah. Menjadi tersangka satu-satunya, tanpa pernah tahu telah melakukan hal yang salah atau benar karena Heni tidak pernah sekali pun bercerita soal itu kepada Joni.
"Apaan sih, Mas Joni ini. Kita cuma teman. Teman kantor, lebih tepatnya," potong Heni tanpa perlu diminta oleh Raka.
"Iya. Joni, apaan sih? Mereka cuma temenan. Nggak lebih," timpal Alika.
Bukan hanya Joni yang memandangi Alika, tetapi Heni dan Raka mencoba untuk menerka apa yang sebenarnya terjadi dalam waktu tiga detik yang Alika lontarkan.
Merasa diperhatikan, Alika segera buka suara. "Maksudku, tadi Raka cerita kalau Heni ini cuma teman kantornya. Iya kan, Ka?"
Kegugupan jelas menyerang Raka hingga sedikit kesusahan bersuara. "Eh, iya."
"Iya, kita cuma teman. Mas Joni bahas yang lain saja, ya." Heni menambahkan kalimat Raka yang irit. Meski suaranya terdengar lirih, ada getir terasa. Apalagi, saat Heni menatap Joni seperti memohon agar membahas hal lain.
"Teman-teman, kami harus balik dulu soalnya masih ada janji lain. Hen, sudah cukup, kan?" tanya Raka saat memandangi jam tangannya, sebelum Joni membahas hal lain.
"Sudah, Mas."
"See you next time," pamit Raka tanpa memandang Joni atau Alika yang belum sempat menjawab.
Di belakang Raka, Heni mengikuti langkah Raka yang besar-besar. Bahkan, uluran suvenir di samping pintu keluar tidak menarik lagi bagi Heni yang berharap mendapat lilin beraroma, gelas, kipas atau ipod. Kali ini, seperti tidak ada yang menarik pada cluth berwarna burgundy yang tengah didekapnya, memandangi punggung Raka yang tidak berbalik sedetik pun, sampai mereka masuk mobil dan pedal gas diinjak. Engap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istana Pasir
Storie d'amore[Daftar Pendek The Wattys 2021] Janur kuning atau jalarane nur adalah perlambang memasuki bahtera rumah tangga. Kalau mau dikupas lebih dalam lagi, janur kuning bisa disebut sebagai mantra untuk menyingkirkan hal-hal yang tidak diinginkan dalam suat...