Ya. I'd love monday.
Raka beserta tim berusaha menanamkan kalimat tersebut selayaknya mantra, sejak berangkat dari rumah sampai kantor.
Sedari menyalakan komputer, membaca to do list, berkoordinasi dengan departemen lain yang terkadang membuat emosi karena tidak juga menemui titik terang, serta berjibaku dengan berbagai macam karakter manusia yang silih berganti, menjelma dari tamu sopan menjadi menyebalkan ataupun sebaliknya, Raka dan tim merasa kenyang sebelum makan siang.
"Semuanya, ke ruangan saya, sekarang!" Lewat intercom milik Raka, ia membawa serta anak buahnya ke ruangan Bos Besar. Padahal, jam dinding masih menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi.
Oh, hampir saja kelupaan dengan I love monday-nya.
Tentu saja, tidak lain dan tidak bukan adalah bertemu dengan Bos Besar, mengkalkulasi setiap kesabaran yang hadir untuk menangkis segala macam bala yang dilemparkan secara sembarangan. Sekali lagi. Bedebah!
Cukup menggunakan lima kalimat tersebut melalui sambungan telepon yang berdering sekali, maka ruangan Bos Besar seperti penuh dengan manusia-manusia yang berusaha menanamkan diingatan mereka untuk menyukai hari senin. Namun, buyar seketika seolah-olah dongeng yang selama ini mereka percayai luluh lantak hanya dengan mendengar kabar buruk melalui interkom.
Bos Besar sedang mengetuk-ketukkan bolpoin pada laporan yang telah tercetak sempurna di atas meja kacanya yang berkilauan, seperti sedang memikirkan sesuatu yang jahat dalam otaknya. Entah kenapa, Intana dan Zainal selalu berpikir seperti itu.
"Apa laporan kalian ini sudah benar?"
Intana secara tidak sadar memutar bola matanya sedikit bergas saat bos besar mengatakannya, dan ketika tersadar telah melakukan kesalahan, ia berharap Bos Besar tidak menyadarinya. Atau, mereka semua akan membusuk selama beberapa menit lamanya, mendapati omelan yang tidak ada habisnya soal sikap, kecuali jam makan siang bisa dipercepat.
"Sudah, Pak. Saya sudah menelitinya sebelum menyerahkannya kepada Bapak," jawab Raka dengan ketenangan luar biasa.
"Kenapa menggunakan faktor pengalinya dari total setahun? Coba dicek dulu angkanya. Kamu dapat dari mana itu? Terlalu besar jumlahnya. Saya yakin tidak segitu. Kamu mengarang laporan, ya?"
Raka memajukan tempat duduknya, meraih laporan yang ada di meja Bos Besar, menelitinya sekilas, sebelum menyerahkan kembali dengan sabar. Bibir Bos Besar mengerucut seolah menginginkan karet gelang melingkar erat di sana.
"Kalau kita tidak menggunakan faktor pengali selama satu tahun, kita hanya bakal dapat bonus sesuai dengan target yang dibebankan per bulan. Itu tidak mungkin dipakai. Laporan ini seperti tahun-tahun sebelumnya. Saya tidak mungkin mengarang laporan. Bagaimana bisa saya mengarang angka sebesar itu. Tim accounting dan audit juga tidak akan meloloskannya kalau sampai ketahuan. Kalau Bapak tidak ingat, bukannya ini metode yang Bapak ajarkan ke saya?" tanya balik Raka seperti menantang, meski dengan pengucapan datar.
"Ambilkan saya laporan tahun 2017 dan 2016. Sekarang!"
Zainal yang duduk termangu, menoleh ke kanan-kiri lebih dulu setelah menyaksikan perdebatan antara kedua bosnya. Ia seperti terbangun dari lamunan dan menuju filing cabinet di dekat meja kerja Intana setelah Raka menyikutnya pelan agar bergerak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istana Pasir
عاطفية[Daftar Pendek The Wattys 2021] Janur kuning atau jalarane nur adalah perlambang memasuki bahtera rumah tangga. Kalau mau dikupas lebih dalam lagi, janur kuning bisa disebut sebagai mantra untuk menyingkirkan hal-hal yang tidak diinginkan dalam suat...