"Selamat siang semuanya." Raka menyapa dari depan pintu sebelum meluncur ke ruangan yang ada di ujung jalan dan sebelum berkutat dengan pekerjaannya."Selamat siang, Pak." Intana langsung berdiri dari kursi, mengikuti Raka.
"Ada apa, Tan?" tanya Raka ketika sadar Intana mengikutinya.
"Saya mau bicara sama Bapak. Penting. Di ruangan Bapak saja, ya?"
Raka mengangguk, berjalan sedikit cepat, lalu menyibak penutup kaca cukup luas dan mempersilakan Intana duduk.
"Soal apa?"
"Begini, Pak. Saya tadi dapat telepon dari Pak Septian, suaminya Bu Alika, pagi-pagi sekali sebelum Bapak datang. Saya bilang Bapak lagi ada rapat di luar. Pak Septian bilang, kalau mau putus kontrak sewa. Nggak jadi sewa di kita, Pak. Saya agak takut jawabnya soalnya Pak Septian telepon sambil bentak-bentak. Jadi, saya bilang bakal koordinasi dulu dengan Pak Raka."
"Kamu sudah jelaskan regulasinya kalau batal sewa?"
Intana mengangguk. "Sudah, Pak. Saya jelaskan kalau uang deposit dan uang muka yang sudah masuk tidak dapat dikembalikan. Kena pinalti dan masuk daftar cekal."
"Kamu juga sudah jelaskan kalau tinggal berapa persen lagi toko buka? Terus, sudah mulai promosi juga. Apa nggak sayang sudah buang-buang duit segitu banyaknya dan pasti akan keluar uang lagi buat menutup semua itu. Belum lagi label mereka lumayan terkenal, pasti beritanya bakalan muncul."
Intana mengangguk. "Saya sudah bujuk, Pak. Jawabannya tetap sama. Pak Septian mau memutuskan kontrak sepihak."
Raka menarik napas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya. Menyandarkan punggungnya di kursi. "Ya sudah, nanti saya telepon Pak Septian. Siapa tahu berubah pikiran."
"Tidak perlu, Pak. Nanti pukul dua belas Pak Septian ke kantor. Mau ketemu sama Pak Raka langsung."
"Oh, begitu...."
"Ada apa sih, Pak?" tanya Intana penuh selidik. "Kok tiba-tiba. Biasanya nggak pernah ada yang deal secepat Pak Septian dan mundur secepat ini juga?"
"Nanti coba saya cari tahu, Tan," jawab Raka, mencoba menenangkan sembari memaksakan tersenyum.
#
"Lagi di mana?" tanya Raka setelah selesai briefing dengan tim.
"Lagi nunggu orang. Kenapa? Kangen, ya?" tanya Alika manja.
Seolah ada yang mendengarnya bicara, Raka menoleh ke kanan dan kiri terlebih dulu, di dalam ruangannya yang kosong sebelum membalas. "Iya, kangen banget. Kangen ciumanmu. Kangen dipeluk. Kangen aroma tubuhmu...."
"Dasar cowok. Nggak pernah bener otaknya," potong Alika. Terkikik.
"Ketemu sama siapa, sih?" tanya Raka kembali, mengganti pokok pembicaraan yang sebelumnya tersendat karena ulahnya sendiri.
"Ketemu sama beberapa vendor buat pembukaan toko. Ada apa sih, Ka? Nanti sore kita jadi ketemu setelah kamu pulang kantor, kan? Aku lagi pengin makan sup buntut goreng, nih. Temani, ya."
"Jadi Alika belum tahu soal Septian yang mau ke kantor hari ini? Soal batal sewa juga?" Raka membatin, tidak berani bertanya lebih lanjut, apalagi mengutarakan apa yang diketahuinya.
"Halo, ada orang di sana? Ini ada yang lagi ngomong, loh. Malah dicuekin." Suara Alika membuyarkan lamunan Raka selama sekian detik.
"I miss you."
"Gombal, ah." Alika terkekeh mendengar kalimat Raka yang terdengar melembut. "But ya, darling. I miss you too."
"See you tonight, Babe...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Istana Pasir
Romance[Daftar Pendek The Wattys 2021] Janur kuning atau jalarane nur adalah perlambang memasuki bahtera rumah tangga. Kalau mau dikupas lebih dalam lagi, janur kuning bisa disebut sebagai mantra untuk menyingkirkan hal-hal yang tidak diinginkan dalam suat...