"Memanglah benar, apa yang dikatan sayyidina Ali. Berharap kepada manusia akan selalu mendatangkan kekecewaan"
***
Aku berada di titik jenuh. Rasanya sudah cukup puas hati ini menangis dan berharap. Salah memang. Aku yang salah. Dia tak tahu apa-apa.
***
Malam ini tiba-tiba saja seorang rekan mengajar di tempat dulu kami pernah bercengkrama bersama meneleponku. Aku dan rekan ini sangat jarang sekali untuk berkirim pesan. Apalagi untuk menelpon.
Tiba-tiba beliau menelepon. Langsung to the point mengatakan "Kamu sudah tau belum kalau dia udah gak lagi sama yang lama, perempuan yang komitmen dengannya?"
Hah? Kaget! Kok bisa bahas itu? Padahal kami tidak akrab?
Sebenarnya aku sudah tahu sejak enam bulan yang lalu, perempuan itu akan menikah dengan pria lain yang satu instansi dengannya. Seorang rekan yang lain bercerita kepadaku. Bahkan kabar lamaran dan pernikahan pun ikut di spill.
Aku berusaha menjaga perasaan rekanku itu. Dia sudah effort memberi tahuku, jadi aku berpura-pura tidak tahu saja.
"Hah? Iya bu? Kok bisa."
Rekanku itu menjawab "Iya, dia keceplosan. Dia terpancing dan langsung saja bicara kalau hubungannya sudah kandas"
"Oh gitu yaa bu, wah dia gak pernah terbuka bu untuk cerita masalah itu denganku. Entahjuga kenapa, padahal kami kan bestie kental"
"Iya, katanya juga sih dia lagi coba PDKT dengan perempuan lain. Perempuan di SMP tetangga"
Deg ... Aku sempat speechless. YaaAllah ... Ada aja suatu hal yang engkau tunjukkan atas pengharapanku ini. Nampaknya Allah memang tidak mau aku berharap dengan manusia. Benar apa yang dikatakan sayyidina Ali bin Abi Tholib bahwa pengharapan kepada manusia hanya akan mendatangkan kekecewaan.
Astaghfirullah ...
Berulang kali, masih saja. YaaAllah, harus aib yang mana lagi yang harus membuatku berhenti menaruh hati kepadanya?***
"Tapi, kami penasaran juga. Mengapa dia tidak sama kamu saja? Jauh-jauh mau cari, yang dekat ada. Kami cuma mikir aja belum sempat berucap ke dia"
"Ah iya bu, boleh juga tu. Coba tanyain bu, aku penasaran dengan reaksinya. Kalau semisal nian memang mau PDKT sama petempuan lain, yaudah. Aku mau jaga jarak saja bu. Aku takut nanti PDKTnya gagal gara-gara aku. Nanti di kira aku ada hubungan spesial dengannya. Kan faktanya tidak"
"Iyalah, nanti ibu coba tanyain yaa. Cari waktu dulu yang pas buat nanyain itu. Tapi gak papa loh, kalo semisal dia memang PDKT sama orang lain, seharusnya dia cerita tentang kamu juga sebagai bestienya biar tidak salah paham. Sebelum itu, nantilah kita liat dulu reaksi dari pertanyaan tentang kamu"
"Iya bu, makasih ya bu. Aku juga penasaran, hehe"
***
Aaaaaaah ...
Yaa Allah ... Aku mau bertahan sekali lagi. Agar tidak ada penyesalan. Agar semuanya jelas. Setelah tahu reaksinya, aku akan tanya langsung. Setelah tahu, aku akan ambil langkah.***
Yaa Allah, jika dia memang jodohku, maka permudah jalan untuk menuju ikatan halal. Jika bukan Yaa Allah, hapus saja rasa ini dalam hatiku. Hadirkan seseorang penggantinya yang lebih baik mulai dari agamanya, ibadahnya, baktinya, pekerjaannya, parasnya, dan adab dan sikapnya. Hadirkan orang yang mampu menerimaku, kekuranganku, keluargaku, dan segala macam aktivitasku. Hadirkan yang seserver, sekufu, sefrekuensi, badannya tinggi dariku dan proporsional, sabar, pengertian, yang dapat memaklumi, yang meratukanku, yang tidak merokok, tidak bertato, tidak main kasar, tidak main perempuan, tidak riba, tidak judi, dan tidak melakukan hal maksiat lainnya.
Aamiin ...***
Aku dan dia sudah tidak bersama-sama. Untuk berkirim pesan pun tidak lagi. Untuk menelepon apalagi. Tidak ada alasan. Wajar kalau dia cari yang lain.
Mungkin salah aku juga. Aku pernah berkata bahwa aku suka orang lain. Aku sempat memintamu untuk bertanya kepada orang lain itu tentang pernikahan. Ah, bodohnya! Padahal, aku hanya malu saja. Aku sengaja melibatkan orang lain agar dia tak menilai diriku secara iba. Waktu itu, dia masih bersama perempuan itu. Tapi aku apa? Tidak pernah selesai dengan masa lalu. Tidak pernah bisa melepas dirimu. Perasaan ini hanya sepihak saja. Aku tak mau terlalu nyata.
Mungkin karena kejadian itu, dia mengganggapku bestie. Hanya sekedar bestie. Tak lebih.
***
Kemarin, kami meet bersama. Ada dia dan orang lain yang menjadi alibi pengalihku itu. Kami bertiga berbelanja bersama. Tiba di suatu pusat perbelanjaan, kami memilih bahan makanan yang akan di olah saat meet up nanti bersama rekan kami yang lain. Aku dan orang lain itu berada di posisi yang sama, sedangkam dia ada di seberang. Diam diam dia merekam video kegiatan kami. Saat itu kami sedang memilih frozen food. Aku spontan saja bertanya ke 'orang lain' itu, "ini aja kali ya?" 'Orang lain itu langsung saja mengiyakan. Kami berdua lanjut memilih bersama. Tiba-tiba dia berkata sambil merekam, "kalian berdua seperti vibes sedang belanja bulanan"
Dia senyum senyum. Aku tahu maksudnya. Dia seolah memberi peluang kepadaku dan 'orang lain' itu. Aku menatapnya tajam. Padahal dalam hati berkata "yang jadi target aku sampai saat ini kamu loh! Bukan dia!"
Padahal dia sudah tahu, bahwa orang lain tersebut punya target menikah yang cukup lama. Sedangkan aku, tidak bisa selama itu nampaknya mengingat usiaku saat ini. Kok malah dia menciptakan peluang. Sungguh tak mengerti.
***
Aku sudah muak menulis bab ini. Bab ini menggantung tak berkesudahan. Do'a menjadi andalan saat ini. Berharap semoga Allah pilihksn yang terbaik. Menyudahi bab ini, lalu membuka bab baru. Atau bahkan melanjutkan bab ini sebagai bab terakhir.
Wallahu a'lam bissowwab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia yang Tak Pantas Aku Rindukan
Teen FictionCerita ini hanyalah cerita biasa. Dengan masalah yang sering di jumpai. Tidak hanya aku, kamu juga pernah merasakannya.