#43

1.2K 124 2
                                    


"Uhukk.. Uhukk.. Uekkk.."

"Uhukk..uhukk.."

"Hah.. Hah.. Hah.. "  Titan membasuh wajahnya yang memerah, berkali-kali ia dilanda mual yang teramat sangat menyiksa, bahkan itu berlanjut hingga beberapa hari kedepannya.

Efek dari kemoterapi yang ia jalani beberapa bulan ini memang mengerikan. Kulit putihnya kini bertambah pucat, berat badannya turun drastis, rambutnya mulai rontok, hingga nafsu makannya yang menurun. Namun bukan titan namanya yang begitu saja menyerah oleh hal kecil itu.

Ceklek!

Gadis itu berjalan lemas kearah ranjangnya kemudian duduk ditepi ranjang, ia menatap jam weker di atas nakas yang masih menunjukkan pukul 2 dini hari. Suhu tubuhnya pun kini semakin meninggi, gadis itu merebahkan tubuh seraya mengusap perutnya.

Anin terusik, ia membuka matanya dan berbalik menatap titan yang memejamkan mata dengan kening yang berkerut dalam. Tangannya menyentuh kening titan kemudian memejamkan mata sesaat dengan helaan nafas pasrah.

"Eh anin, maaf aku berisik ya.. "  Ujar titan, anin kembali membuka matanya dan bangkit dari tidurnya.

Tanpa berkata apa-apa ia turun dari ranjang dan keluar dari kamar, bahkan titan yang bertanya pun tak sekalipun ia hiraukan.
Inginnya titan mengejar anin, namun naas mual itu kembali datang memaksa tubuh lemasnya berlari menuju kamar mandi dan kembali mengeluarkan isi perutnya.

Anin mengernyit heran melihat ranjang itu kosong, ia menoleh pada pintu kamar mandi yang baru saja terbuka dan dengan cepat berlari kearah titan yang bersandar lemas diambang pintu.

"Astaga bi, kamu kenapa??"  Cemasnya, titan menggeleng lemas.
Anin memapahnya kembali menuju ranjang dan memberikan segelas air hangat yang ia bawa.

"Makasih anin.. "

"Sama-sama bi, kamu kenapa?? Mual??"  Titan mengangguk.

"Sini bi biar aku olesin minyak angin ya perut sama dadanya"  Kembali titan mengangguk, anin membuka satu kancing atas piyama titan kemudian membalurkan minyak yang ia ambil dari laci sebelum nya.

"Bi, jangan terlalu maksain kerja ya, kamu kecapean bi, pasti makannya gak teratur juga kan.??"  Ujar anin khawatir, titan membuka matanya dan tersenyum tipis.

"Iya sayang, maafya harus ganggu kamu terus tiap malem. Udah ya kamu istirahat lagi sayang.."  Anin menggeleng kepala.

"Besok aku free, kamu yang istirahat ya biar aku pastiin demam kamu turun dulu bi.. "

"Anin aku gapapa, nanti juga turun sendiri kok demamnya"

"Biru please! Cuma bilang iya aja kenapa susah banget??"  Nada bicara anin mulai meninggi, titan menghela nafas pasrah dan mengangguk kecil.

"Iya sayang, maaf, makasih dan good night.."

"Night sayang, love you.. "  Tak ada jawaban, titan benar-benar tak punya tenaga hanya untuk membalas kalimat anin saat ini dan memilih berusaha untuk tidur.

Anin masih dengan aktivitas nya, mengoleskan minyak angin di tubuh titan seraya menempelkan lap kecil yang ia basahi dengan air hangat di kening titan. Tatapannya lekat pada wajah titan, kantung matanya sedikit menghitam, tulang pipinya terlihat lebih menonjol juga rahangnya yang semakin tirus.

Tanpa terasa waktu menunjukkan pukul 5 pagi, saat anin masih betah menatap wajah sang istri tiba-tiba saja dikagetkan dengan jeritan langit dari kamarnya. Sontak anin bangkit dan berlari menuju kamar anaknya, begitu pun titan yang langsung terbangun dan ikut berlari ke kamar langit.

The Deep Regret (Beautiful pain chapt 2) GXG (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang