LEMBAR 4 ✓

46.5K 4.6K 80
                                    

Jika hidup juga mengajarkan arti dari sebuah kasih sayang, maka begitu juga yang Kanza harapkan. Ia mungkin masih terlalu belia untuk menjalani semuanya sendirian.

Melihat para siswa lain yang berdiri di teras sekolah, satu per satu mulai dijemput oleh orang tuanya menggunakan payung, karena hujan tengah turun dengan deras. Kanza juga menginginkan hal yang sama.

Anak lelaki ini juga mengharapkan akan adanya seseorang yang datang dan membawakan payung untuknya pulang, siapa pun itu.

Tik!

Tik!

Kedua tangan mungilnya ia tadahkan, hingga mulai menampung tetesan air hujan yang jatuh perlahan.

Hujan itu waktu yang menurutnya paling menyenangkan sekaligus berkesan, Kanza suka aroma hujan yang juga punya daya menenangkan.

Teringat dulu, biasanya ia akan dijewer telinga oleh sang Bunda, lantaran setiap turun hujan sering kali lupa tempat pulang karena keasyikan bermain.

Kanza dulu memang nakal, tapi tak separah sekarang. Betapa ia ingin gila rasanya saat awal kepergian sang Bunda yang secara tiba-tiba.

Namun sekarang, ia tampaknya mulai terbiasa, dan mencoba berdamai dengan kesepian. Waktu memang mengubah segalanya hingga membuatnya menjadi baik-baik saja.

Senyuman manis itu terbit.

Jika hujan adalah waktu terbaik untuk berdoa, Kanza berharap kehidupan yang ia jalani akan berubah menjadi lebih indah suatu saat nanti.

Tuhan memiliki rencana tersendiri, semuanya butuh proses, dan akan terasa manis pada waktunya. Sampai ketika semua doa-doa itu satu per satu mulai diijabah, air mata kita akan menetes bahagia tanpa sengaja.

Semuanya memang tak akan semudah mengedipkan mata. Kanza tersenyum, karena ia percaya akan hal itu.

Dia hidup tanpa keluarga.

Dia benar benar sendiri.

Sang Bunda kini telah lebih dulu dipanggil untuk berpulang, tak ada satupun yang ingin berteman dengan dirinya. Dan sampai sekarang Kanza tak mengenal hadirnya seorang Ayah.

Lantas ... bisakah Ia minta pada Tuhan di detik ini, bahwa dirinya menginginkan seorang Ayah?

Batinnya mulai berucap,

Kanza ingin---

"Masuk angin entar!"

Tas Kanza tiba-tiba ditarik mundur ke belakang, agar tubuh mungilnya sedikit menjauhi air hujan yang jatuh dari atap teras sekolah. Semua lamunannya tadi dibuyarkan seketika.

"Ishhh ... ngagetin gue tau ga!" Kanza berdesis sebal. Menatap tak suka Arya dan Aziel yang selalu berada di sampingnya.

Jujur dirinya merasa sangat iri ketika melihat kedekatan mereka. Andai suatu saat nanti ia juga bisa mendapatkan posisi itu. Tapi sayang, hanyalah kata 'andai'.

Akhir-akhir ini, selama berada di sekolah Kanza memang sangat sering bertemu dengan lelaki yang bernama Arya dan keponakan manjanya bernama Aziel, cucu sultan serta murid baru yang katanya memiliki kepintaran di atas rata-rata.

Arkanza (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang