EXTRA PART III ✓

15.2K 1.2K 6
                                    

[Lanjutan flashback]

Waktu berlalu dengan begitu cepat. Bayi bertubuh mungil itu, kini sudah tumbuh menjadi seorang bocah yang tampan. Tubuhnya memang terlihat lebih pendek sekaligus menggemaskan, senyuman cerianya selalu mengukir indah di wajah, tampak tak pernah pudar.

Pipi tembam itu akan bergerak tatkala ia akan berucap sepatah kata. Kulit putih bersih, bibir mungil, serta mata bulat dengan iris hitam pekat. Umurnya genap empat tahun hari ini.

"Al da mo maem Budaaa!!"

Anak yang kerap dipanggil Al yang merupakan pengucapan cadel huruf pertama namanya ‘Ar’ itu, terlihat tengah kejar-kejaran dengan sang Bunda yang membawa semangkuk nasi dengan sayur sup.

"Al mau lihat Bunda berubah jadi singa?" tanya Diana.

"HUWAAAAAAA da moo!!"

Anak itu semakin berlari kencang menghindar dari sang Bunda. Sebelum berakhir kedalam pelukan seorang pria yang baru saja memasuki halaman kecil rumah sederhananya.

"Ayah!" Panggilnya ke arah pria yang tak lain adalah Haris.

Sedari dulu yang Kanza tahu kalau Haris adalah Ayahnya. Haris adalah pria yang pertama kali ia lihat ketika terlahir ke dunia. Ia bahkan pernah heran mengapa Ayah dan Bundanya tak tinggal serumah seperti yang lainnya, tapi yang jelas Haris itu adalah Ayahnya.

Pria itu menyayanginya layaknya seorang Ayah sesungguhnya, tak keberatan setiap pagi mengantarnya pergi ke sekolah dan memperkenalkan kalau dia memang Ayahnya.

"Coba tebak Ayah sekarang bawa apa?"

"COKELATTTT!!!"

Anak itu menjerit lucu.

Fakta uniknya mata Kanza memang akan berbinar-binar tanpa sebab jika mendengar kata 'cokelat'.

"HUWAAAAAAA~!"

Kanza bahkan tak bisa berkedip. Lelaki ini selalu membawa kantong ajaib setiap kali akan berkunjung kesini. Satu plastik penuh itu berisi cokelat, dan camilan manis kesukaannya.

"Silahkan duduk dulu di teras, Mas." Diana tersenyum ramah menyambutnya, seperti biasa. "Saya buatkan teh."

Haris mengangguk, menyetujui. Masih dengan Kanza yang berada digendongannya. "Bundamu semakin cantik ya." Bisik pria itu pada seorang bocah.

"Hu'um. Budaa eman cantik banet."

"Al." Panggilnya lagi.

"Hm?"

"Kalau Ayah beneran nikah sama Bundanya boleh ga?"

"Boyeh .... boyeh banettt."

Haris spontan terkekeh. Bisa-bisanya dirinya mengatakan rencana itu didepan seorang bocah.

Tapi sebenarnya yang barusan ia ucapkan adalah sebuah keseriusan, dirinya menyukai wanita itu sejak pertama kali bertemu.

Terlebih ketika sekarang melihat kelembutan dari jiwa keibuannya, beribu ribu kali lipat membuat Haris semakin tertarik.

***

Hari demi hari memang berjalan seperti biasanya. Rumah sederhana itu seolah menjadi tempat berpulang Haris yang kedua, pria yang sudah menginjak usia kepala tiga itu masih melajang dan belum berniat ingin menikah. Karena hatinya masih menunggu seseorang, kesiapan, dan waktu yang tepat. Dan ia pikir, saatnya itu sudah tiba.

Seperti biasa, setiap akhir pekan ia akan berkunjung ke sini. Sekadar membawakan buah tangan, ataupun bermain dengan bocah imut nan menggemaskan itu. Namun mungkin saja, ini adalah hari terakhir karena minggu depan ia akan kembali ke tempat asalnya, Amerika.

Arkanza (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang