LEMBAR 27 ✓

16.8K 1.5K 48
                                    

"AYAHHHHHH!!!!"

BRAKKK!!!

Fano yang mendengar teriakan demi teriakan sang Adik dari dalam kamar sang Papah segera masuk, diiringi oleh Bisma dan David. Sedangkan Jefi yang sejak tadi ketiduran di samping ranjang, seketika ikut terbangun.

Ada Kanza yang kini nampak gelisah dengan nafas memburu, keringat dingin membanjiri pelipisnya, wajahnya yang memucat, karena baru saja mengalami mimpi buruk.

"Opa ... Opa!" Kanza segera merentangkan tangannya, ketika matanya menangkap kehadiran sang Opa yang dengan wajah khawatir, menghampirinya.

"Iya, ini Opa, tenang, baby."

"A-ayah, Opa. Hiks .... Ayah ninggalin kita." Racaunya masih sesugukan.

"It's okay, itu cuma mimpi hm? Sshhtttt ... tenang-tenang." David memeluk tubuh bergetar milik sang cucu, dan mencium pucuk kepalanya beberapa kali.

David lalu mengusap rambut Kanza yang basah karena keringat, sesekali melayangkan ucapan untuk membuatnya merasa tenang. Ia juga bisa merasakan suhu tubuh anak itu tinggi, sejak semalam terserang demam, karena kemarin terlalu lama mandi hujan.

Mungkin itu juga alasannya mengapa ia sampai bermimpi seperti tadi. Terlebih parno Kanza itu memang selalu berlebihan.

Entah kenapa mendadak David menjadi merasa bersalah telah memaki dan mengusir Arya waktu itu, tanpa bukti sama sekali. Sampai sekarang dia belum kembali, mereka malah ketar-ketir sendiri.

Ya ya, bukan hanya merasa bersalah pada pria itu. Tapi sekarang juga berimbas kepada bungsu mereka, terlihat bagiamana bocah itu begitu merindukan Ayahnya. Bahkan sampai berkhayal dan bermimpi buruk tentangnya.

***

"Rian!"

Pria yang dipanggilnya namanya itu segera mendekat, melihat David yang sekarang memejamkan mata menyenderkan tubuh dikursi kerjanya, merasa pusing kepala.

"Cepat cari dimana si tengik itu berada."

"Maksud, Tuan?"

David menghela nafas, "Lelaki bajingan bernama Arya itu!"

Di umurnya yang sudah terbilang tua, David memang diagnosa menderita penyakit darah tinggi, yang mungkin bisa saja kambuh sebentar lagi.

"Izin, Tuan. Bukankah dia sedang terlibat dalam sebuah misi—" ucapannya sengaja terpotong saat tiba-tiba David berganti menatap wajahnya.

"Keberadaannya dirahasiakan," lanjut Rian, langsung ke inti.

"Siapa juga yang menyuruh dia bekerja seperti sekarang." David terlihat kembali memijit kepala, merasa pusing.

Sedangkan sang ajudan hanya menahan senyum, sebelum menyindir. "Bukankah dulu anda sendiri yang mengirimnya ketempat penggemblengan tentara, Tuan?" tanyanya.

Iya, David juga tahu itu.

Tapi awalnya dulu ia hanya ingin pria itu jera dalam berbuat ulah selama duduk di bangku SMA. Dan itu memang membuahkan hasil.

Akan tetapi, David juga tidak pernah menyangka, jika ujung-ujungnya pria itu malah akan sangat berambisi untuk menggeluti karirnya dibidang militer dengan begitu mulus, setelah dinyatakan lulus menjadi seorang perwira, hingga sampai berhasil masuk kedalam satuan pasukan khusus.

Helaan nafas kasar milik David mengudara. Jangan pikir karena sikap acuh yang selalu ia tunjukkan selama ini terhadap putra ketiganya itu, karena tidak peduli.

Arkanza (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang