LEMBAR 20 ✓

27.6K 2.4K 75
                                    

"Arkanza!"

Bocah berpipi tembam yang tadi hanya berdiri sendirian didepan gerbang sekolah itu menoleh ke arah sumber suara, sebelum tersenyum.

"Om!!" Kanza berlari sebelum dengan cepat menghambur pelukan ke arah pria yang barusan menghampirinya itu, ya Haris.

"Kesayangannya Om."

"Ke sini mau jemput Kanza ya, Om?" tanya Kanza setelah keduanya melepaskan pelukan.

"Tadi hanya kebetulan lewat, ternyata malah ketemu kamu." Haris mencubit hidung mungil anak itu gemas, sebelum mengajak. "Ayo pulang!"

"Tapi kata Ayah, Kanza harus tunggu disini sampai Ayah jemput," balas Kanza, menjadi ragu. Bagaimana jika sebentar lagi Ayahnya datang?

"Sebentar lagi hujan," ucap Haris.

Anak ini memandang angkasa yang gelap, seraya mengulurkan sebelah tangannya, dan benar saja rintik air itu mulai terasa.

***

Gelisah mulai kentara.

Kali ini Arya benar-benar terlupa untuk menjemput putranya, hingga datang sangat terlambat. Melihat situasi sekolah sudah sangat sepi seperti tanpa penghuni.

Arya sudah bertanya kepada penjaga yang kebetulan belum pulang mengatakan jika Kanza sudah dijemput oleh seseorang.

Jelas itu bukan Pak Burhan.

Arya juga sudah menelponnya dan pria paruh baya itu mengatakan jika bukan ia yang menjemput Kanza, karena masih punya banyak urusan di kantor David. Bi Rasmi di rumah juga mengatakan jika sampai kini putranya belum pulang.

Tik!

Tik!

Presipitasi itu menderas, bulir-bulir yang semakin lebat jatuh ke permukaan bumi. Mendung yang menyelimuti ibu kota kini terganti dengan hujan deras di waktu siang yang seharusnya terik karena musim kemarau.

Pria itu terpaksa berlari cepat kembali ke arah parkiran dan kembali masuk kedalam mobilnya, karena tak membawa payung. Pikirnya mulai mengantarkan pada kata gelisah. Terlihat beberapa kali ia memukul kepala, merutuki kebodohannya.

"Dasar bodoh!"

"Kamu bodoh Arya!!"

Bagaimana mungkin ia bisa lupa?!

Sejuta pikiran buruk saat ini mulai membayangi kepalanya, membuat Arya dengan cepat menepiskan itu semua.

Pria itu menyadari berapa tinggi tingkat kriminalitas di ibu kota, dan itu yang ia takutkan saat ini.

Bagaimana jika putranya sampai dicomot orang karena pesonanya, dan menurut saja untuk ikut saat di iming-imingi cokelat. Karena tanpa memikirkan hal yang lain, Arya yakin anak itu akan rela melakukan apa saja, asalkan mendapat camilan manis kesukaannya.

Diculik?

Ah, sudahlah, yang ia pikirkan dimana keberadaan putra kecilnya sekarang. Karena keteledoran, bagaimana jika sesuatu hal yang buruk terjadi padanya?

***

Derasnya hujan terlihat dari kaca jendela, ditambah dengan suara rintik lebat di atas atap rumah.

Ponsel?

Kanza melototkan mata melihat benda itu, bak menemukan sebuah harta karun. Melihat ponsel Haris yang tergeletak di meja karena ditinggal sang pemilik berganti pakaian di dalam kamar.

Merasa penasaran dengan benda canggih dari abad 21 itu, Kanza meraih ponsel tersebut dan menekan tombol asal untuk menghidupkannya, menggeser layar utama ponsel yang rupanya sama sekali tak memiliki sandi.

Arkanza (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang