Beberapa bulan kemudian.
Ternyata memang benar, jika waktu dapat mengubah segalanya. Hingga tanpa sadar beban dan luka yang dialami akan terasa baik-baik saja. Perlahan sirna, meskipun mustahil untuk pulih dengan sempurna.
Setelah kejadian itu Kanza memutuskan untuk tinggal di mansion sementara waktu. Tak pernah satu hari pun yang ia lewatkan, hanya untuk berdiri diam didepan pagar yang selalu terkunci rapat untuknya bisa keluar, menunggu kepulangan sosok yang amat ia nantikan.
Dari pagi sampai sore ini, hujan deras belum kunjung mereda. Oktober memang menjadi awal dari musim hujan yang menggantikan musim kemarau dibelahan bumi khatulistiwa.
Suara gemericik air terdengar saat anak itu sesekali melompat girang digenangan air, dengan wajah yang ia tadahkan ke arah atas, menyapu wajah dengan kedua pipi tembam miliknya.
Sungguh, bahagia itu cukup berawal dari hal-hal sederhana, sedikit gila dan tertawa. Itu sudah mampu menghasilkan sebuah hal yang luar biasa.
Beberapa maid yang kini membawa payung mencoba mengejar bocah nakal yang kini semakin menjadi-jadi, bak kesetanan mandi hujan sambil joget-joget di tengah halaman belakang.
Sampai lupa waktu! Rupanya anak itu benar-benar ingin melihat orang lain susah sekaligus ketar-ketir karena ulahnya.
"Ya Tuhan!"
"Tuan muda berhenti!"
"Tuan besar akan marah jika beliau tahu nanti!"
Hanya satu hal yang keluar dari mulut Kanza dengan sangat mulusnya, "Bodo amat!"
Dengan lincah ia berlari menghindar dari para maid yang mencoba menghentikannya, sesekali sambil cekikikan.
Aziel hanya dapat melipat tangan di dada menggeleng miris, melihat kelakuan sang Adik disana. Tunggu ... bukankah saat ini ia benar-benar sudah menerima kehadiran Kanza ditengah tengah mereka?
Terlebih ketika melihat tingkah ajaib anak itu sungguh menggemaskan. Senyuman milik Aziel kini tak bisa ia tahan, hingga terpajang jelas di wajahnya yang biasanya selalu muram dan datar. Sebelum memilih pergi meninggalkan Kanza yang masih main kejar-kejaran dengan para maid.
"AYAH PULANG, YAH!!!"
Anak itu mulai berteriak, kearah angkasa yang tampak gelap, bahkan beberapa kali menyambarkan kilat. Tak ada takut-takutnya sama sekali.
"AYAH DIMANA?!!!"
Ia sudah tau tak akan ada jawaban.
Kanza berdesis, dirinya benar-benar gila sekarang. Ah, masa bodo, malah berbaring dirumput halaman mansion ini. Berguling guling seraya tertawa.
Tak ada yang tau jika saat ini dirinya menangis, bahkan air matanya kini berbaur dengan tetesan air hujan yang derasnya jatuh dipermukaan.
"Bunda .... suami Bunda sebenarnya pergi kemana sih?" Lirihnya, setelah cukup puas.
Selama beberapa bulan saling mengenal, Ayahnya itu memang sangat sering sekali bermain rahasia-rahasiaan dengannya.
Kemana ia akan pergi?
Tiba-tiba sering menghilang begitu saja.
Dari perkataannya waktu itu, Kanza hanya tahu sang Ayah hanyalah seorang tentara biasa berpangkat Mayor, selebihnya ia tidak mengetahui jika sebenarnya Arya merupakan salah satu anggota pasukan khusus grup Sandi Yudha. Bagian intelijen, yang pastinya tugasnya lebih tertutup dan sangat dijaga kerahasiaannya.
Pantas saja sang Bunda selalu tak mengetahui dengan jelas kemana Ayahnya pergi, hanya dengan pamitan singkat, tanpa kepastian, dan hanya diminta bersabar dalam penantian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arkanza (End)
Teen Fiction[HALAL AREA] BUKAN lapak bl atau b×b👊 ⚠️Revisi Lanjutan Hanya tentang Arkanza, bocah laki-laki yang hidup sebatang kara, dengan segala tingkah ajaib yang tak perlu lagi ditanya. Lalu, bagaimana jika ada yang datang dan mengaku sebagai keluarganya...