Selamat pagi!
Masih berada di bawah langit cerah kota dengan gedung pencakar langit terbanyak di Indonesia.
Pagi ini adalah hari pertama Kanza masuk ke sekolah barunya, setelah kemarin memutuskan untuk pindah. Dikarenakan, jarak yang ditempuh dari rumah dan sekolah lamanya lumayan jauh.
Mereka berdua berdiri di depan parkiran dekat gerbang sekolah. Kanza yang siap dengan baju putih merah khas sekolah dasar, digandeng oleh sang ayah yang memakai seragam dinas harian, melekat begitu pas di badannya.
"Ayah bisa anterin Kanza sampai ke situ aja ga?" Tunjuk bocah itu setengah memelas, karena mengingat sang Ayah harus cepat-cepat berangkat kerja.
"Bentar ya!" pinta Arya saat ponselnya kembali bergetar.
Kanza spontan menghembuskan nafas gusar, sedikit kesal. Ayahnya sekarang menjadi seperti ini. Sering sibuk, bahkan terkadang untuk mewujudkan hal-hal kecil pun tak bisa.
"Sini, Ayah bawakan tasnya." Pinta Arya setelah usai mengangkat telepon, menggendong tubuh mungil sang anak dan berjalan ke arah gerbang sekolah.
"Katanya tadi Ayah harus berangkat cepat?" tanya Kanza, ragu, ia mendengar saat di dalam mobil tadi Ayahnya beberapa kali mengatakan itu.
"Masih punya beberapa menit, jadi waktunya Ayah kasih buat Kanza aja," balas Arya.
Anak itu tersenyum lebar.
Mereka mulai memasuki gerbang sekolah barunya, yang tampaknya lebih terkesan elit. Setelah menghadap kepala sekolah, kini mereka sudah tiba tepat di depan kelas.
"Dengar Ayah!" Pria itu berlutut di depan tubuh pendek milik putranya, ingin menyamakan tinggi badan. "Nanti pulang sekolah Ayah jemput. Kanza jangan kemana-mana ya! Jangan ikut kalau ada orang gak dikenal mau ngajak Kanza!"
"Ayah pikir Kanza anak kecil apa?" cibir Kanza.
"Lah, memang masih kecil," balas Arya, membuat Kanza mendengus sebal saat mendengarnya.
"Terus kalau ada yang nakal?"
"Laporin aja sama guru."
"Kalau Kanza diomongin pengadu gimana? Atau gak pukul aja mukanya ya?" tanya anak itu memainkan jari telunjuk kedua tangannya. Sekarang boleh diberi garis bawah jika Kanza sedikit demi sedikit mulai pensiun menjadi nakal.
"Lihat Ayah!" Kepala Kanza yang sedari tadi menunduk kini menatap sepasang mata milik sang Ayah. "Ga ada satu pun orang yang boleh berani menyakiti putra prajurit Ayah, okay!" ucap Arya ingin membangkitkan rasa pecaya dirinya.
Anak itu tersenyum. "Kanza sayang Ayah," ucapnya sedikit memeluk, saat membisikkan itu. Membuat sebuah senyuman kembali terbit di wajah Arya, merasa hatinya perlahan menghangat.
Cup!
"Bye bye!!"
Dengan senyuman manis, Kanza melambaikan sebelah tangan pada sang Ayah yang masih membeku, setelah ia mencium sebelah pipinya singkat.
Arya kemudian terkekeh.
Masih ingin menatap punggung mungil itu sampai benar-benar berlalu, masuk ke dalam kelasnya yang sudah ramai dengan para siswa.
***
"Murid baru ya?"
Anak itu sedari tadi hanya celingukan saat pertama kali melangkahkan kaki di kelas barunya, bahkan menghiraukan seseorang yang barusan menyapanya.
"Duduk disini aja!" Ajak orang yang sama menunjukkan tempat duduk sebelahnya yang kosong.
Kanza menurut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arkanza (End)
Teen Fiction[HALAL AREA] BUKAN lapak bl atau b×b👊 ⚠️Revisi Lanjutan Hanya tentang Arkanza, bocah laki-laki yang hidup sebatang kara, dengan segala tingkah ajaib yang tak perlu lagi ditanya. Lalu, bagaimana jika ada yang datang dan mengaku sebagai keluarganya...