LEMBAR 13 ✓

35.1K 3.6K 47
                                    

"Apa yang terjadi tadi bukan hanya salah Aziel! Berhenti beranggapan kalau saat ini hanya Aziel yang pantas disalahkan."

Tangan bocah itu mengepal erat, nafasnya setengah memburu, menatap ke arah Kanza yang sekarang berada di pangkuan David dengan plaster luka di keningnya.

Jefi kembali bersuara. "Kamu itu seharusnya menjaga adik kamu Aziel! Dan mencegah mereka menyakitinya."

Aziel memang begitu tak menyukai situasi ini, terlebih ketika menyadari sesuatu yang menurutnya memang bukanlah kesalahannya. "Dia sendiri yang salah karena ingin ikut campur urusan Ziel!"

"Sudah berani mengelak!" Jefi akhirnya menaikkan satu volume suara, begitupun dengan Aziel yang rupanya tak ingin kalah.

"Tapi Aziel memang ga salah!!"

"DIAM!!!" Suara Jefi akhirnya terdengar menggelegar, membuat Aziel menatapnya tak percaya, berganti memicingkan mata.

"Papah bentak Aziel?"

Jefi mengusap wajahnya frustasi. "Anak ini--"

"Sudah, Pah." Potong Fano menarik tubuh adiknya dari hadapan sang Papah yang kini mulai tersulut amarah.

"Abang memang ga salah, Papah." Kanza yang tadinya hanya diam kini mendekat, langsung disambut dengan Aziel yang berdecih saat menatapnya.

"Ga usah pura-pura baik, sialan! Kamu pasti enak kan, lihat orang dipojokin kayak sekarang? Kamu pasti puas, dengan mudahnya memikat dan mengalihkan perhatian semua orang dengan wajah sok polos!" Tekan Aziel diakhir kata, cukup keterlaluan.

"AZIEL!!!"

Aziel terdiam sejenak mendengar sang Papah yang untuk kedua kalinya membentak. Berganti menatap wajah semua orang disini, Fano, sang Opa, Bisma, yang hanya memilih diam. Apalagi dengan Arya yang memilih tak berbuat apa-apa. Dan yang Aziel tahu, tak ada seorangpun lagi yang mau membelanya sekarang.

Aziel akhirnya memilih meninggalkan mereka, dan berjalan memasuki lift, dengan Ratih yang mengejar langkahnya.

Melihatnya Kanza hanya bisa diam.

Jadi, kehadirannya disini bukan semata-mata pembawa kebahagiaan, akan tetapi juga sebagai perebut kebahagian bagi seseorang ya?

***

Arkanza.

Bocah itu kini memang sudah menjadi kesayangan semua orang, semua anggota keluarganya memanjakannya terlebih sang Opa.

Baru saja beberapa hari tapi ia telah mampu merebut semua perhatian yang sedari dulu diberikan kepada Aziel sebagai putra bungsu mereka namun sekarang seperti berbeda. Dan itu yang Aziel rasakan.

Tak ada lagi sang Paman yang selalu memberinya perhatian lebih untuknya, sang Papah yang selalu bertanya tentang sekolahnya dan ia rasa semuanya seakan menghilang dengan mudah semenjak kedatangan bocah itu.

Sebut saja jika Aziel itu memang kekanak-kanakan, mungkin itu hasil karena keluarganya terlalu memanjakannya hingga perlahan sifat buruknya perlahan terpupuk.

"Opa..."

"Hm?"

"Tadi tuh Ayah sempat cerita, katanya Ayah dulu pinter banget, ya?" celetuk Kanza disaat seluruh anggota keluarga berkumpul di ruangan tengah.

Arkanza (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang