Pagi ini tak seperti biasa. Tanpa guratan senyum, wajah yang biasanya selalu ceria itu kini tampak sendu. Rona pucat tercetak begitu jelas, dengan mata kembar yang terlihat sayu, sesekali menengok nanar ke sekeliling arah.
Jangan tanya betapa keras kepalanya seorang Kanza. Hari ini dirinya bersikukuh untuk pergi sekolah, walaupun fisik bisa dikatakan belum sepenuhnya membaik.
Anak itu beberapa kali memicingkan mata untuk menetralkan penglihatannya yang mengabur, Kanza yakin sebentar lagi ia akan tumbang. Kakinya sudah tak kuat lagi menopang bobot tubuh yang ia paksakan tetap berdiri rapi dibarisan, mengikuti upacara bendera yang rutin diadakan setiap hari Senin.
Rafi juga mulai menyadari gelagat aneh bocah bertubuh mungil yang berdiri di sampingnya. Ditepuknya pundak itu beberapa kali, membuat sang empu melirik lemah ke arah samping.
"Lo gapapa?" tanya Rafi.
Kanza hanya mengangguk pelan, senyuman tipis itu tercetak paksa diwajahnya yang pucat pasi.
Pusing luar biasa mulai menyerang kepalanya, tak berselang lama kini pandangannya tiba-tiba mengabur dan menggelap.
Hanya hitam yang terlihat.
Tubuh itu kehilangan keseimbangan.
Bruk!
Dengan sigap Rafi lebih dulu menangkap tubuh mungil yang sekarang limbung ke depan itu agar tak sampai mencium lapangan upacara.
"Oyyyy!!!!!"
"Dede gemesku pingsan!!!!"
"Ada orang sekarat nih!!!"
Teriakan siswa lain mulai menyahut dan membuat situasi menjadi gempar.
***
Brak!
Pintu ruang UKS didobrak kasar, dengan tidak ramahnya.
Nafas ngos-ngosan itu didapatnya karena berlari maraton dari parkiran mobil sampai ke sini.
Bisma, pemuda itu bahkan sampai melewatkan jadwal meeting-nya ketika mendapatkan kabar jika adiknya pingsan di sekolah.
Di belakangnya disusul oleh Fano yang dengan wajah khawatir yang sebelas dua belas sama. Ia bahkan sangat yakin bahwa nyawanya masih ketinggalan di meja resepsionis rumah sakit tadi.
"Kanza ... hahh..." Bisma mengatur nafas, menghampiri pemilik brankar ruangan ini, yang masih setia memejamkan mata.
"Kita ke rumah sakit." Ucapan itu Bisma layangkan ke arah Fano yang membalas dengan gelengan, tak setuju.
"Langsung ke mansion aja, Kak, jangan ke rumah sakit." Usul Fano supaya sang adik dirawat di mansion saja, agar lebih leluasa.
Bisma mengangguk setuju, mengangkat tubuh mungil sang Adik, menggendongnya ala bridal style berganti menyapu pandangan ke arah ruangan yang terdapat beberapa guru disana. Sebelum benar-benar keluar dari ruangan, disusul oleh Fano.
***
"Jangan buat Opa khawatir, baby," ujar David, mengigat tadi cucu bungsunya dibawa ke mansion dalam keadaan tak sadarkan diri.
"Kanza gapapa kok, Opa, suer," jawab anak itu meyakinkan.
"Wajah Kanza bisa pucat kayak gini kenapa? Kamu jadi kurusan lho. Ayah kamu ngasih makan apa emang?" Berondong Jefi, diakhir kata malah mendapatkan delikan tajam dari Ratih karena pertanyaan terakhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arkanza (End)
Teen Fiction[HALAL AREA] BUKAN lapak bl atau b×b👊 ⚠️Revisi Lanjutan Hanya tentang Arkanza, bocah laki-laki yang hidup sebatang kara, dengan segala tingkah ajaib yang tak perlu lagi ditanya. Lalu, bagaimana jika ada yang datang dan mengaku sebagai keluarganya...