LEMBAR 26 ✓

18.4K 1.7K 36
                                    

Aroma hujan ternyata masih sama. Masih memiliki daya menenangkan. Setiap kali bulir-bulir air itu jatuh, seakan selalu mencoba mengingatkan Kanza, bahwa banyak sekali tersimpan momen istimewa.

Tangan mungil itu terulur, merasakan sensasi ketika air hujan menyapu tangannya. Berganti menatap kearah atas, mata itu terlihat menerawang jauh, tatkala kembali mengingat sesuatu hal.

Teringat saat dulu. Waktu seperti ini  merupakan hal yang selalu ia nantikan. Kesetanan mandi hujan, dan tak ingin berhenti, sebelum diseret paksa Bundanya agar pulang. Jujur, ia begitu merindukan momen-momen itu.

Sekilas Kanza menoleh kearah seorang pria yang sedari tadi menemaninya, berdiri didepan teras sebuah Kafe.

"Setelah badai, pasti bakalan datang mentari yang cerah kan, yah? Atau mungkin, bisa aja pelangi yang indah?" 

Pria itu ikut tersenyum tipis, menatap putranya yang sedari tadi menatap takjub kearah angkasa. Tadinya tampak gelap, kini mulai cerah. Menyisahkan udara segar, karena barusan diterpa hujan lebat yang semakin mereda.

"Iya, karena itu janji semesta," jawabnya kemudian.

_______________

Jam dua dini hari, Kanza mengerjapkan matanya dan terbangun, tatkala merasa ada seseorang yang tengah memaikan pipi tembamnya.

Anak itu berganti menggosok mata, mencoba menatap lebih jelas sosok yang sekarang duduk ditepi ranjangnya.

"Ayah?" Suara Kanza terdengar serak, sedangkan orang itu—Arya, semakin melebarkan senyum, masih setia mengelus pucuk kepalanya.

"Ayah pulang?" tanyanya.

Pria itu mengangguk, "Tentu, buat kesayangannya Ayah."

Mendengarnya Kanza segera bangkit dan memeluk sang Ayah itu dengan begitu erat, "Hiks ... Kanza tuh kangen banget sama Ayah tau. Ayah kemana aja, kenapa baru pulang hm? Kanza takut kalau—" Ucapannya terpotong.

"Kan emang udah janji bakalan pulang," balasnya.

Iya, Kanza juga tahu itu. Bundanya dulu juga pernah bilang, jika kekuatan janji itu sangat besar. Bahkan ketika orang itu sudah tak ada lagi di dunia.

Tangan Kanza digandeng menuruni satu per satu anak tangga. Suasana mansion masih terlihat begitu sepi. Masih dengan setengah sadar anak itu hanya menurut, mengekori langkah sang Ayah dari arah belakang.

Tak bisa dipungkiri jika sekarang Kanza begitu senang, orang yang selama ini selalu ia nantikan akhirnya pulang.

"Ayah?"

Kanza menatap heran wajah sang Ayah heran. Mengapa tempat yang dituju mereka adalah dapur?

"Kamu pasti lapar. Kenapa sekarang bandel sampai jarang makan hm?" tanyanya.

Merasa kepergok Kanza tersentak, dari mana Ayahnya tahu tentang hal itu?

Arya segera beranjak menuju tempat masak, namun dengan cepat Kanza cegah. Dan malah menuntun Ayahnya itu duduk dimeja makan.

"Biar Kanza aja. Ayah duduk tenang, tunggu disini. Ayah pasti capek karena baru pulang. Mulai sekarang Kanza bakalan berusaha ga nyusahin Ayah lagi kayak dulu, okay?"

Arya kembali tersenyum. Seolah belum ingin memudar dari wajahnya.

Kanza sekarang teringat waktu dulu ketika dirinya sangat sering sekali mengusik tidur sang Ayah dan membangunkannya malam-malam karena lapar.

Arkanza (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang