EXTRA PART IV ✓

27.9K 1.9K 63
                                    

Setelah usai mengunjungi rumah Haris, mereka juga memutuskan untuk mampir sejenak disebuah perumahan sempit yang terletak dipinggiran ibu kota.

Krek!

Pintu yang tampak tua dan mulai rapuh itu dibuka, menampilkan bagian dalam sebuah rumah sederhana yang sudah lama tak dihuni.

Arya mengandeng anaknya untuk masuk ke dalam sana. Beberapa parabotan rumah dibalut oleh kain berwarna putih agar tak terkena debu. Dan beberapa sarang laba-laba mulai menghiasi langit-langitnya.

Kanza rasakan sisa-sisa memori masih melekat dengan utuh. Bocah itu tersenyum hambar, mengingat rumah ini adalah rumah yang sudah pernah ditinggalinya bersama sang Bunda, waktu dulu.

Bahkan sekarang Kanza seakan melihat kilas balik di suatu pagi empat tahun yang lalu. Saat Diana sibuk memasak di dapur harus bolak-balik saat ia berteriak mencari alat sekolah atau kaos kakinya yang hilang sebelah. Dan berakhir dengan tragedi masakannya yang gosong, hingga harus memaksa mereka sarapan bersama di warung makan yang berada depan.

"Bunda..." ucap Kanza lirih sebelum berjongkok mengambil selembar foto yang terjatuh didekat sofa.

Arya yang berada diruangan berbeda mengambil sebuah pigura foto, disebuah laci kamar yang ia buka. Membuat seulas senyumnya terbit, saat mengamatinya. Mendadak nostalgia pada memori lama.

Matanya kembali menilik seisi rumah kecil yang terletak di tepi kota. Arya sadari jika sebenarnya selama ini Diana berada tak jauh darinya. Bahkan sedekat itu, hingga masih berada di kota yang sama. Akan tetapi seakan-akan tempat ini dulu tak bisa ia temukan, walau sudah sekeras apapun usahanya untuk mencari keberadaan mereka.

Tangan Arya membawa pigura itu kembali ke dalam laci. Namun saat akan ia tutup, matanya tak sengaja melihat sesuatu yang membuatnya kembali membuka laci itu.

Sebuah kalung, yang sekarang ia tatap lekat-lekat. Seperti mengenalinya, Arya mencoba mengingat.

"Kalung ini punya siapa?" Pria itu segara melayangkan pertanyaan ke arah sang anak, saat keluar dari kamar.

"Eum .... punya Kanza lah." Anak itu mengambil kalungnya dari tangan sang Ayah, sebelum ia amati secara sekilas.

"Terus dapatnya dari mana?" tanya Arya lagi. Membuat Kanza seketika menampakkan ekspresi mengingat-ingat.

"Kalau ga salah..."

[Flashback on]

"Ya! Dasar anak haram!"

"Ga punya ayah!"

"Bandel lagi!"

"Ini orang ga usah ditemenin lagi deh!"

"Anak haram ... Anak haram ... Anak haram...!"

Beberapa anak itu terlihat bersorak di hadapan seorang anak kecil yang kini hanya berjongkok, di depan sebuah gerbang taman kanak-kanak. Menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangan yang dilipat, khas anak kecil menangis.

"Hiks ... Al, butan anak halam!"

"Hiks ... Hiks..."

Wajah itu akhirnya ia angkat, terlihat dua pasang mata bulat yang menampung air mata. Ejekan dan cemoohan itu selalu sukses menyakiti hati kecilnya. Walau sebenarnya ia sendiri juga sudah terbiasa.

Beberapa lebam juga terlihat di wajahnya, pelipis yang mengalirkan sedikit darah karena terbentur jatuh saat di dorong kasar tadi.

"BUDA BIYANG AL BUTAN ANAK HALAM!!!!" bentaknya membuka suara.

Arkanza (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang