LEMBAR 15 ✓

36.4K 3.5K 126
                                    

Tahukah kesalahan apa yang sangat berpengaruh besar dalam kehidupan masa lalu seorang Arya?

Kebodohannya.

Sampai kapanpun waktu memang tak akan pernah bisa untuk diputar kembali, penyelesaian hanya tinggal kata penyesalan.

Jika ada alat pemutar waktu mungkin Arya orang pertama yang akan menggunakan itu untuk kembali ke masa lalu dan memperbaiki semuanya.

Arya benci dirinya yang kadang kala di cap seorang pengecut. Apapun itu dengan mudahnya dirinya telah menghancurkan hati wanita selembut Diana dengan cara yang sedemikan rupa.

Arya mengemasi barang untuk pindah ke rumah lamanya, rumah yang menjadi saksi bisu semua kenangan indahnya bersama Diana. Wanita yang menjadi cinta pertama dan terakhirnya, sekaligus wanita yang membuatnya kecewa karena memilih pergi tanpa mau mendengar penjelasannya terlebih dahulu.

"Ayah, kita bakalan pergi?" tanya Kanza yang hanya duduk dikasur dan mengamati sang Ayah tengah berkemas, perban putih terlihat masih melilit kepalanya.

Hari ini adalah tepat setelah kemarin Kanza diizinkan untuk keluar dari rumah sakit, karena sudah pulih.

"Iya, ke rumah kita," jawab Arya.

Kanza kembali bertanya, "Kalau disini?"

Arya menoleh sekilas. "Ini kan rumahnya Opa."

"Ha? J-jadi Ayah cuma ngekos doang di sini?" Pertanyaan polos itu terdengar dari mulut Kanza membuat Arya terkekeh. 

Kanza sendiri bahkan mulai heboh, dengan menutup mulutnya yang menganga serta matanya yang spontan membola. Bayangkan cuma ngekos dong? Sebenarnya kata itu agak sadis saat terdengar ditelinga milik Arya.

Mereka berdua akhirnya turun kelantai bawah dengan membawa koper lengkap dengan Kanza yang menenteng botol ikan dan boneka beruang warna coklat hadiah Arya kemarin yang ia beri nama Bubu.

Seketika disambut oleh semua anggota keluarga, tak terkecuali Laksa--putra sulung David, serta istrinya, Laras. Pasangan dokter yang merupakan kedua orang tua Bisma yang baru saja kemarin pulang dari Amerika.

“Beneran mau pulang ke rumah lama, Ken?” Arya mengangguk saat Laksa bertanya seraya menepuk pundaknya beberapa kali. “Jaga keponakanku baik-baik!” Pesannya, lalu berganti sedikit merendahkan badan didepan Kanza.

“Jagoan, jadi anak baik! Turuti Ayahnya!” ucap Laksa.

Ay-ay Kapten!” balas Kanza dengan gaya hormatnya. Semua orang bahkan dibuatnya terkekeh gemas.

“Penerus nih kayaknya.” Jefi menyahut dengan mengacak pelan rambut Kanza, dibalasi oleh senyuman getir milik Arya.

“Abang Ziel, sini!” Ajak Laksa membuat Aziel yang sedari tadi hanya menonton kini terpaksa mendekat. "Peluk dong Adeknya!"

Aziel hanya berdecak sebal.

Jujur sampai detik ini juga, ia masih tak terima dengan keberadaan Kanza sebagai adiknya. Namun akhir-akhir ini tingkah menggemaskan itu membuatnya sedikit demi sedikit menjadi luluh.

Kanza merentangkan tangannya memperlihatkan aba-aba ingin dipeluk tak lupa senyuman manisnya, membuat Aziel mau tak mau menerimanya.

Arkanza (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang