Akhir pekan adalah saat terbaik untuk menghabiskan waktu dan sejenak dapat merehatkan beban pikiran, setelah dilanda penat dihari-hari sebelumnya.
Setelah hanya kata 'sibuk' yang selalu terlontar dari bibir Arya, akhirnya mereka dapat memiliki kesempatan untuk bersenang-senang. Walaupun dihitung hanya akan sebentar, karena saat ini hari sudah lumayan sore dan sebelum Maghrib mereka harus pulang.
"Ayah kita mau kemana?" Belum keluar dari rumah anak ini sudah bertanya saking tak sabarnya.
"Ke tempat spesial," balas Arya.
Kanza semakin melebarkan senyum, merasa sangat bahagia, entah mengapa. Pikiran menyenangkan itu mulai membayangi kepalanya, saat mereka akan menghabiskan waktu pekan bersama.
Melihat langit senja, yang selalu mengingatkannya pada sang Bunda yang hadirnya begitu istimewa, indah, dan tak akan cukup jika ia lukiskan hanya dalam satu kata.
Namun naas, rupanya takdir belum berpihak kepada mereka, belum sempat meraih gagang pintu untuk keluar rumah, Arya melepaskan genggaman tangannya saat suara ponselnya berbunyi.
Kanza mendengus kesal, melihat sang Ayah yang kini sibuk bertelepon dengan seseorang. Hanya kata 'siap' yang terucap, dan ia sudah sangat hafal pada kata-kata itu.
Benar saja, ia segera memutar bola mata malas saat Arya mulai berlutut, untuk menyamakan tinggi badan mereka seraya memegangi pundaknya.
"Sayang..." Belum sempat Arya kembali membuka suara, anak itu buru-buru langsung menyela.
"Ga usah minta maaf, terus ga perlu juga susah-susah buat ngebujuk Kanza!" Potongnya ketus.
Anak itu kemudian berlari ke arah tangga untuk menuju kamarnya di lantai dua, meninggalkan Arya yang saat ini hanya mengusap wajahnya kasar.
***
Besok harinya, setelah rencana mereka yang hanya berakhir dengan kata wacana, anak itu malah jatuh sakit.
Dari semalam tiba-tiba suhu tubuhnya tinggi dan terus saja mengigau membuat Bi Rasmi, selaku asisten rumah tangga menjadi kewalahan.
Arya yang kemarin malam pulang sangat larut, dikagetkan saat paginya baru mengetahui jika sang putra rupanya tengah demam tinggi.
Pria itu hanya menghela nafas penat, ditatapnya wajah pucat itu dengan begitu khawatir, sebelum bertanya, "Kemarin malam dia udah makan belum, Bi?"
Sang asisten hanya menggelengkan kepala sebagai balasan. Mata Arya melirik kearah nakas di samping ranjang, sepiring nasi itu masih utuh bahkan tak disentuh.
"Den Kanza nolak, Tuan. Padahal udah beberapa kali Bibi bujuk," balas Bi Rasmi masih sibuk memerah handuk kecil yang ia basahi untuk mengompres jidat Kanza.
"Biar saya saja."
Arya segera mengambil alih
"Baik, permisi, Tuan." Anggukan Arya sebagai jawabannya.
Pria ini meletakkan telapak tangannya dijidat milik sang putra. "Panas," gumamnya.
Bibir mungil itu sangat pucat, matanya kini juga terlihat sembab. Apakah putranya habis menangis kemarin malam?
"Eughhhh..." Lenguhan kecil itu kembali terdengar. "Bunda..." Kanza kembali mengigau.
"Hiks ... Bun ... B-bunda!!" Air matanya menetes.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arkanza (End)
Teen Fiction[HALAL AREA] BUKAN lapak bl atau b×b👊 ⚠️Revisi Lanjutan Hanya tentang Arkanza, bocah laki-laki yang hidup sebatang kara, dengan segala tingkah ajaib yang tak perlu lagi ditanya. Lalu, bagaimana jika ada yang datang dan mengaku sebagai keluarganya...