35. Confrontation

682 70 54
                                    

Jen POV

"Jen, ayo makan dulu dong"

Aku hanya diam dan tidak menggubris pertanyaan Mark sama sekali. Daritadi Mark mencoba untuk menyuapiku nasi goreng, tetapi aku tidak mau. Aku tidak tahu nasi goreng darimana itu dan apa saja yang ada di dalamnya.

"Jen, ayo nyuap dulu ya"

"Aaaaaaaa..." katanya sambil menggerakan sendoknya di lintasan udara sebelum mencapai mulutku. Meskipun sendoknya sudah menyentuh mulutku, aku masih tidak mau membuka mulutku.

"Jen, kalo nanti kamu ga makan, kamu sakit loh" katanya khawatir dan menaruh sendoknya kembali ke piring.

"Nanti kalo kamu sakit, aku nya juga kerepotan"

Jari-jari panjangnya menyusuri rambutku dan menyisir helai-helai yang tidak pada tempatnya. Tangan besarnya berakhir pada pipiku, mengelusnya dengan lembut dan menghapus bekas air mata tadiku bekas aku menangis karena terlalu takut.

"Jen jangan nangis ya. Aku cuman mau ngobrol berdua sama kamu di sini. Jangan takut"

"Ka—kalo kamu cuman mau ngobrol doang, boleh ga sekalian tali di tangan sama kakinya dilepas?"

Aku menawarkan sesuatu yang sangat tidak mungkin dilakukan olehnya tetapi patut dicoba. Aku yakin hatinya akan perlahan melunak melihatku yang kesakitan seperti ini. Dan sekarang adalah kesempatan aku untuk mencoba melepaskan diriku darinya.

"Tapi nanti kalo kamu kabur gimana?" katanya, memanyunkan bibirnya.

Kalo dia bukan seorang psycho, tingkah lucunya sekarang akan membuat diriku mengatakan betapa cute nya dia.

"Aku ga bakal kabur"

Bohong. Siapapun pasti ingin kabur dari orang psycho sepertinya.

"Bener ya?"

"Bener"

Mark tersenyum lalu melangkah ke belakang kursiku. Pelan-pelan aku merasa tali yang berada di sekitar tanganku menjadi longgar dan akhirnya kedua tanganku bebas. Mark juga melepaskan tali yang mengikat kedua kakiku.

"Makasih Mark"

Setelah duduk cukup lama dan memperhatikan sekitarku, aku kira-kira mengetahui diriku sedang berada di mana. Dengan lantai yang baru jadi, pasti ini adalah tempat yang baru dibangun. Barang-barang tergeletak tidak beraturan menandakan tempat ini tidak penting atau dulunya tempat penyimpanan, kasarnya gudang. Gudang biasanya berada di tempat yang tidak kelihatan banyak orang karena merusak keindahan ruangan lainnya.

Aku mengerti kenapa dia memilih ruangan ini. Orang pasti akan jarang masuk ke sini atau bahkan lupa memiliki ruangan ini. Debu di kardus-kardus sudah sangat tebal dan ada satu sarang laba-laba di atas kanan ruangan. Aku juga berkali-kali bersin, pasti ruangan ini jarang sekali dibersihkan.

Satu lagi, dari jendela yang hanya satu itu dapat terlihat batang-batang pohon coklat yang menjulang sangat tinggi. Ini menjelaskan mengapa sinar matahari yang masuk ke ruangan hanya sedikit. Tebakanku kita sedang berada di gudang yang terpisah dari kediaman Mark, kemungkinan di taman pribadi atau hutan pribadi Mark.

Aku merasa tempat ini dekat dengan kediaman Mark karena Mark bisa membawa nasi goreng yang masih panas dengan piringnya. Tidak mungkin dia bisa sampai di sini dengan nasi goreng yang masih panas jika jalan yang harus dilalui cukup jauh. Tidak ada suara mobil ketika Mark datang dan pergi, yang berarti dia ke sini berjalan kaki.

Second Chance [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang