28. Cinta yang Salah

805 82 96
                                    

"Jen, makan dulu yu" panggil ibu dari luar kamar.

Tok tok tok

"Jen, sayang, sampe kapan kamu mau di dalem kamer kamu terus?" kata ibu dengan nada suara yang khawatir.

"Ibu masuk ya"

Ceklek

"Jen, ayo makan dulu sama ibu dan Kak Taeyong" kata ibu sambil membawa sebuah cangkir teh di tanganya. Rambut ibu yang basah dan sebuah handuk yang bertengger di bahunya menandakan ibu baru saja pulang kerja dan selesai mandi.

Sebagai respon dari perkataan ibu, aku hanya menggelengkan kepalaku pelan dan tersenyum.

"Kamu dari tadi pagi belum makan, ntar kamu sakit loh"

Aku hanya kembali merespon dengan menggelengkan kepalaku.

"Kamu kenapa sayang? Dari kemarin-kemarin kamu cuman diem di dalem kamer doang" kata ibu mendekat ke arahku dan menaruh cangkir tehnya di atas meja belajarku. Aku menarik selimut untuk menutup diri hingga menyisakan kedua mataku saja.

"Apa ini karena masalah Mark?"

Aku menganggukan kepalaku pelan. Mark sekarang sedang ditahan di kantor polisi yang masih belum tahu hukuman apa yang akan dijatuhkan untuknya. Kedua orang tua Mark adalah sepasang pengacara yang handal dalam menyelesaikan kasus mereka. Jadi pasti kasus ini akan menjadi panjang.

"Jangan takut, dia pasti akan mendapat hukuman yang setimpal atas semua yang udah dia lakukan ke kamu" kata ibu mengelus pucuk kepalaku.

"Jangan" kataku di bawah selimut.

"Hm? Apa sayang?" kata ibu menarik ke bawah selimutku perlahan hingga sebatas leherku.

"Jangan hukum dia" ulangku lagi.

"Kamu tidak mau dia dihukum? Kamu sudah lupa perlakuan dia terhadap kamu?" kata ibu sedikit meninggikan suaranya.

"Aku tidak lupa, tidak akan pernah lupa. Tapi apakah perlakuannya membuatnya pantas dipenjara?" tanyaku hati-hati terhadap ibu. Jika ibu sudah marah, aku tidak mampu berkata apapun lagi. Menatap matanya saja sudah susah, apalagi merespon perkataanya.

"Kalo dilihat dari hukum negara yang berlaku, dia patut dipenjara"

"Ta—tapi dia kan masih memiliki masa depan. Mark aslinya orang yang ba—baik" kataku sedikit terbata. Aku menelan ludahku sendiri, takut melihat tatapan ibu yang semakin sinis.

"Ibu mengerti kalo kamu masih belum bisa menerima bahwa diri aslinya seperti ini. Tapi ini adalah realitanya Jen. Dia adalah seseorang yang terobsesi dengan kamu dan seseorang yang sudah menyakiti kamu, kamu harus sadar itu" kata ibu memegang kedua pundakku. Aku hanya terdiam mendengar ucapan ibu yang menusuk tetapi sesuai dengan kenyataan.

Ternyata kisah cinta yang berusaha aku pertahankan selama ini salah.

"Aku pikir cinta itu indah. Tetapi sekarang aku sadar kalo cinta hanyalah suatu hal yang palsu. Sebuah kata manis buatan yang selalu dikatakan oleh orang yang seringkali membuat kita kecewa. Mereka semua mengatakan mereka mencintai aku, sayang kepadaku, tetapi apa akhirnya? Mereka semua meninggalkan aku dengan sebuah luka yang tidak aku tahu kapan sembuhnya" kataku meremat bagian atas kiri bajuku yang dalamnya semakin lama semakin sakit.

Second Chance [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang