Empat Puluh Tujuh

321 27 8
                                    

Entah Diora harus merasa senang atau sangat senang ketika tahu bahwa Diego tidak kembali bersama Sarah. Namun sayangnya cowok itu juga tidak menunjukkan tanda-tanda suka padanya. Diora menjadi bermurung hati, dia masih menyapa cowok itu, masih tetap saling mencemooh namun seakan ada yang kurang.

Dia bisa saja mengungkapkan perasaannya pada Diego namun jawaban yang akan diberikan oleh Diego nantilah yang tidak bisa dia tahan. Mungkin hanya perasaannya saja yang berkata bahwa cowok itu memiliki perasaan yang sama. Nyatanya, cowok itu seakan tak terpengaruh apapun bahkan ketika Gilang menyapanya beberapa hari yang lalu.

Seruan dari seseorang di luar rumah membuat Diora beranjak seraya mendengkus keras-keras. Kenapa ada orang berteriak memanggil padahal di depan sana ada Wildan—terakhir yang dia lihat Wildan berada di teras. Ternyata tak ada Wildan di sana, hanya ada ojek online yang memegang minuman Chatime ketika Diora beranjak keluar.

"Mbak Diora, ya?"

Diora mengangguk sembari berjalan mendekat. "Tapi gue gak pesen minum tuh."

"Iya, ini katanya buat Mbak," kata sang ojek sembari menyerahkan minuman itu pada Diora.

"Nama di aplikasinya siapa?"

"Hmmm, Diego," jawab sang ojek kemudian. "Saya permisi, Mbak."

Diora hanya mengangguk, dan beranjak menuju rumah Diego. Ingin bertanya apa maksud cowok itu memberikan minuman ini.

"Nih. Gue balikkin." Diora menyodorkan minuman itu pada Diego yang tidak disambut sama sekali. Cowok itu malah melihat pada kalung yang dikenakan Diora dan mengulas senyum.

"Gue sengaja beliin itu buat lo," ucap Diego. "Ambil aja."

"Gak mau."

Diora menutup kedua matanya. Dia tidak mau diperlakukan seperti ini oleh Diego yang tidak tahu maunya apa. Menghembuskan napas, Diora bergerak memasuki ruang tamu rumah Diego. Dia sudah memastikan bahwa cowok itu hanya sendirian di rumah.

Diletakkannya minuman itu di atas meja sebelum akhirnya berdiri di hadapan Diego. Kedua kakinya hampir saja goyah. "Gue gak sanggup lagi. Gue gak mau lo baik sama gue lagi. Gue gak mau terima pemberian dari lo lagi."

"Kenapa?" tanya Diego dengan suara gemetar. "Gue ngelakuin kesalahan?"

"Ya. Jelas. Lo... harusnya tau kan kita udah gak ada perjanjian lagi dan lo gak usah repot-repot ngasih gue apapun."

"Tapi gue ngasih itu buat—"

"Buat apa?" sergah Diora. Dia sudah tidak mau lagi menahan perasaannya. "Udah cukup ya lo buat gue seneng dengan perhatian gak jelas dari lo. Udah cukup gue nahan semuanya bahkan dari mantan lo itu."

"Diora."

"Gak. Gue gak mau denger kayak gitu. Kalo lo emang gak punya perasaan yang sama kayak gue, lebih baik gak usah ngasih gue apapun lagi. Gue gak mau."

"Diora." Diego berusaha menahan siku Diora.

Diora berdecak, "Apaan? Kalo lo mau kita tetep jadi temen, jadi tetangga, stop kasih perhatian ke gue karena gue nangkepnya beda. Karena perasaan gue selalu ada di atas itu semua."

Diego menghela napasnya. "Diora," panggilnya berusaha menyadarkan Diora.

"Lo emang gak ngerti at—"

Mendadak, tubuh Diora didekap erat oleh Diego. Dia tertegun namun dentuman jantung Diego yang tak beraturan membuatnya sadar. Diora balas memeluk Diego. Degup jantung keduanya beradu. Bertalu. Kuat. Menggetarkan sanubari hingga menyentuh relung terdalam.

The Partner Next Door✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang