Empat Belas

124 25 2
                                    

Waktu serasa berhenti berputar, tanpa ada yang berkedip wajah keduanya hanya berjarak satu jengkal. Diora bisa melihat sorot tajam bak elang milik Diego dengan alis yang menukik tajam. Wajah Diego terkesan lebih tegas dari biasanya, liat tubuh cowok itu terasa ketika Diora menyentuhkan jemarinya. Diora mendesis ketika tahu kini dirinya berada dalam dekapan Diego. Dia berusaha melepaskan diri namun Diego mencekal.

"Lo apa-apaan, sih?" desis Diora dalam bentuk bisikan. Mata nyalangnya menatap Diego tapi cowok itu tak acuh.

"Kenapa? Dia bukan lagi cowok lo, kan?"

"Emang, tapi bukan berarti lo bebas megang-megang gue!"

Dengan tiba-tiba Diego sengaja memutar tubuh Diora hingga cewek itu berdiri di sebelahnya. Tangannya segera merangkul pundak Diora, tak mau cewek itu lepas. "Lo siapa?" tanyanya pada Bagas yang berdiri termenung tiga langkah darinya.

Bagas mengulas senyum seakan tak peduli pada tatapan tajam dari Diego. "Saya Bagas, kakak tingkat Diora." Diulurkannya tangan namun Diego nampak tidak mau membalas membuat Diora mengambil alih dengan membalas uluran tangan itu.

"Kak, gak usah diladenin orang gak waras ini. Mending kita masuk aja. Yuk." Masih dengan satu tangan menggandeng Bagas, Diora beranjak masuk meninggalkan Diego di sana. Barulah ketika sampai di ruang tamu, Diora melepaskan tangan Bagas. "Sori banget yang tadi Kak."

"Saya kira dia udah jadi pacar kamu. Tadi saya mau minta maaf sebenernya."

"Ngapain minta maaf sama orang keras kepala kayak dia. Mending Kak Bagas makan bakso buatan Mama aja."

"Terima kasih, Diora. Tapi bisa anter saya ke dapur?"

Diora mengangguk lalu mengantar Bagas hingga ke dapur. Dia mengambilkan mangkuk pada Bagas lalu cowok itu memasukkan pelengkap bakso. Ketika Bagas tengah menuang kuah bakso, sosok Diego sudah berdiri di dapur dengan tubuh setengah bersandar ke dinding.

"Gue juga mau, Ra," kata Diego cepat, kedua tangannya bersedekap.

Diora mencibir lalu mengambilkan mangkuk untuk Diego. "Kenapa? Katanya lo mau?"

"Lo yang ambilin buat gue."

"Ha? Kepala lo ada di dengkul. Eh sempak kendor, lo kata gue babu lo?" Mangkuk di tangannya berdenting keras ketika Diora meletakannya di atas meja counter.

Diego menurunkan kedua tangannya dan berjalan perlahan mendekati Diora. "Bukan, lo bukan babu gue tapi calon pacar gue."

Diego memang benar-benar minta dilempar lap kotor rasanya. Bisa-bisanya cowok itu dengan mudah berkata demikian dan yang paling parah di hadapan Bagas. Di hadapan Bagas pemirsa. Ah sialan. Suara dehaman dari Bagas lagi-lagi menghantarkan Diora ke kenyataan bahwa Bagas ada di sana dan memerhatikan.

"Eh duh maaf banget nih Kak, tetangga gue ini pas pembagian sopan santun malah bolos, jadinya gak tau diri. Ayo Kak kita ke depan aja."

"Siapa bilang lo boleh pergi, ha?" Sebelah tangan Diego menghadang leher Diora lalu dia menarik leher cewek itu. "Temenin gue."

"Ih lo kenapa sih? Lepasin gue! Ih lepasiiiin!"

"Awww!" Diego berteriak kesakitan karena tangannya digigit oleh Diora, meninggalkan jejak gigi-geligi. "Lo emang bar-bar jadi cewek!"

"Bodo amat ya sempak kendor!"

Diora mengetuk-ngetukkan jemarinya ke atas meja kaca berulang kali. Dia memandang sosok Diego yang duduk di kursi samping. Wajah cowok itu kini terlihat datar. Jemarinya perlahan menghangat karena telapak tangan Bagas sudah menangkupnya.

The Partner Next Door✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang