Empat Puluh Dua

96 24 2
                                    

Hari ini adalah hari di mana mereka akan berlibur ke Pulau Pisang, beruntung Diora tidak ada ujian pada hari Jum'at sedang hari Senin sendiri adalah hari libur nasional. Diora sudah menyiapkan barang-barang di dalam ransel yang jumlahnya tidak terlalu banyak, toh liburannya juga hanya sebentar dan Diora tidak masalah memakai pakaian yang sama selama dua hari.

Mereka berangkat malam hari karena perahu yang membawa mereka dari Labuhan Jukung akan bertolak pada pagi hari. Sejak pagi Wildan memberikan wejangan pada Diego dan juga Diora bahkan mengancam Diego jika terjadi sesuatu pada Diora. Dengan mantap Diego berjanji akan menjaga Diora selama bepergian.

Mereka berdua dijemput oleh Gilang yang membawa serta seorang cewek pemalu dan pendiam bernama Kinar. Tanpa bertanya Diego segera memasukkan ransel milik Diora ke dalam mobil dan menuntun cewek itu untuk duduk.

Mereka akhirnya berangkat dalam iringan gelapnya langit tanpa bintang, temaramnya lampu menemani perjalanan mereka menuju rumah Sarah sebagai titik kumpul.

Kediaman Sarah saat itu tidak terlalu ramai, hanya ada lima orang tambahan, tiga orang cowok dan dua orang cewek yang pernah Diora lihat sekilas ketika pesta ulang tahun Sarah. Diora hampir merasa canggung kalau saja dia tidak merasa diikuti oleh Kinar yang segera menjadi teman baiknya saat itu.

Menghembuskan napasnya berat, Diora tersadar bahwa mungkin saja ini adalah hari terakhirnya menjalani kerja sama dengan Diego. Biasanya memang seperti itu bukan, ada suatu kejadian ketika bepergian dan mereka akhirnya kembali bersama.

Ada rasa keraguan dan ketidak relaan dalam diri Diora sebenarnya namun dia tidak mau menunjukkan semua itu.

Sekitar sepuluh menit kemudian mereka semua bersiap. Diora sudah mempersiapkan diri kalau-kalau Sarah akan berada satu mobil dengannya, namun tidak, cewek itu memilih untuk berada di mobil lain. Mereka berangkat menggunakan dua mobil. Diora berada di mobil Gilang dengan Diego dan Kinar. Sama seperti tadi.

Perjalanan itu sendiri akan memakan waktu yang cukup lama, namun dua cowok yang duduk di depan itu tahu bagaimana membuat suasana menjadi tidak sepi. Mereka berkelakar dan membuat Diora tahu bahwa keduanya sangat dekat. Sementara Kinar yang tadinya hanya menahan tawa, beberapa kali melepas tawanya. Untuk Diora sendiri tidak usah ditanya, dia adalah orang yang tidak bisa menahan tawa, bahkan tawanya saja bisa membuat orang lain tertawa.

Hanya selang beberapa saat kantuk sudah melanda Diora, kepalanya bersandar pada punggung jok hingga kegelapan menelannya. Tidak tau berapa lama namun kepala Diora yang terantuk kerasnya jok kini merasakan kehangatan dan juga kelembutan. Ada lengan yang mengusap rambutnya pelan, menenangkan. Kepalanya tersandar dalam posisi nyaman.

Diora terbangun ketika tidak merasakan pergerakan mobil, matanya membuka perlahan dan mengerjap. Telapak tangannya merasakan permukaan lembut kain dan wangi parfum yang sudah diingatnya beberapa bulan belakangan. Disadarinya tak ada sosok Kinar dan Gilang di dalam mobil.

Diego menatapnya dalam dibalik keremangan cahaya di dalam mobil ketika Diora mendongak. Mata gelapnya seakan berpadu dengan keadaan sekitar, bibirnya sedikit gemetar. Sebelah tangannya masih merangkul tubuh Diora dan ketika cewek itu berusaha memundurkan tubuhnya, Diego menariknya kembali dalam pelukan.

Mata Diora membelalak, semburat merah muda menjalar di pipinya dan dia bersyukur karena gelap menghalangi. Tatapannya tertumbuk pada mata sehitam jelaga di depannya, beberapa momen berlalu dan Diora merasakan ujung jemari Diego menyentuh keningnya dan merapikan rambutnya, membawanya ke balik telinga Diora. Sentuhan pelan itu membuat Diora bergeming, menahan napasnya hingga paru-parunya terasa mengecil.

Pintu yang menjeblak terbuka dan seruan setengah tertahan dari Gilang membuat Diora kaget sehingga puncak kepalanya membentur dagu Diego dan terdengar bunyi gigi beradu. "Wah sori gue gak tau kalo lo lagi bermesraan."

Diego mendesis tajam sebelum membuka pintu di sampingnya, mempersilakan Kinar mengisi tempatnya tadi. Kini, gantian Diego yang duduk di balik kemudi, menggantikan Gilang untuk berisirahat.

Perjalanan kembali dilanjutkan dan Diora tidak lagi merasakan kehangatan seperti tadi. Dia bisa merasakan Diego meliriknya melalui spion tengah membuatnya bertanya-tanya mengapa cowok itu memberikan kenyamanan seperti tadi?

Mereka sampai di pelabuhan Jukung ketika langit masih menggumpalkan nuansa gelap yang mulai dikerubuti oleh abu, barang-barang diturunkan. Meskipun barang yang dibawa Diora dikit namun Diego kukuh tidak membiarkan Diora membawa barang itu sendiri. Sehingga dia menggendong dua ransel—miliknya dan milik Diora—pada masing-masing pundak. Cowok itu juga menuntun Diora untuk menaiki perahu yang sudah Sarah pesan sebelumnya.

Sarah sengaja memilih jarak tempuh penyeberangan yang paling lama menuju Pulau Pisang, yaitu satu jam. Alasannya adalah agar mereka bisa menikmati laut dan perjalanan.

Diego meminta agar Diora duduk di sebelahnya. Diora mengajak Kinar duduk di sebelahnya lalu Gilang mengikuti. Tak jauh dari mereka, Sarah duduk diapit dua temannya yang sedang tertawa bersama.

Perahu mulai meninggalkan dermaga, memecah lautan yang menyiptakan riak dan percikan air. Diora menikmati suasana ini sembari menghirup dalam-dalam dan merasakan wangi laut pagi itu. Perjalanan itu membuat rambut dan wajahnya jadi lengket karena terkena air laut namun Diora tidak terlalu ambil pusing.

Diora berpaling, jemarinya yang terbuka merasakan telapak tangan dan jari-jemari milik Diego yang memilin. Ditatapnya jemari yang saling berpilin itu lalu Diora tersenyum tipis.

***

Diora sengaja menendang-nendang pasir pantai di bawahnya. Badannya terasa segar karena setibanya di rumah yang sudah Sarah sewa, dia langsung membersihkan tubuh, menghapus jejak lengket air laut. Sarah sendiri menyewa dua rumah agar cowok dan cewek tidur terpisah.

"Kenapa lo gak bilang kalo mau jalan-jalan?"

Diora sontak berhenti menendang pasir di kakinya dan mulai berjalan lebih pelan. "Soal perjanjian kita, gue rasa bentar lagi kita selesai," kata Diora tidak menjawab pertanyaan Diego tadi tanpa mampu menatap mata Diego hingga cowok itu menarik sikunya.

"Lo bener-bener udah selesai sama Bagas?" tanyanya pelan. Kedua matanya menatap iris mata Diora dalam dan lama.

"Udah. Beneran udah. Gue paham Bagas bukan orang yang gak nepatin omongannya. Buktinya dia udah gak chat gue lagi."

Terdengar suara hembusan napas Diego yang berat. "Gue... seneng dengernya. Lo jadi—"

Diora mengulas senyum dan memotong perkataan Diego. "Yap. Dan lo bisa balik sama Sarah."

Diego hanya mengangkat bahunya.

Keduanya terdiam. Tak ada yang mengisi kekosongan karena masing-masing tidak tahu harus berkata apa.

"Gue... belom ngucapin makasih sama lo karena mau bantuin gue," Diego akhirnya buka suara. Deburan pelan ombak mengalun. "Ra... gue... gue...," dia mengalihkan pandangan, ketika pandangannya kembali iris matanya bergetar, "lo sama gue masih bisa temenan, kan?"

Diora diam beberapa detik sebelum akhirnya dia memukul pelan lengan Diego. "Ya masih dong!" katanya penuh semangat, yang susah payah dia kumpulkan. "Well, kalo gitu balik dari sini kita jadi temen."

Diego mengangguk. "Dan lo masih bisa minjem laptop gue."

"Gak usah. Kebetulan gue dikasih laptop punya Bang Wil."

Diego mengerjap danmengangguk pelan. Bibirnya terkatup karena tak ada kata-kata yang sanggup diaucapkan sekarang. angin pagi menari-nari di sekitar mereka, menghembuskan hawadingin layaknya hubungan mereka kini.

The Partner Next Door✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang