Sembilan

131 28 2
                                    

Diora masih ragu atas apa yang telah terjadi semalam. Pagi ini ketika bangun dari tidurnya, sosok Diego seakan berada di kamarnya, menagih uang nasi goreng semalam. Sungguh menyeramkan. Namun di satu sisi, Diora juga berpikir bahwa yang semalam adalah mimpi. Ya iyalah, pertemuan pertama mereka saja sudah tidak bagus begitu jadi mana mungkin Diego tahu-tahu memberinya seporsi nasi goreng secara cuma-cuma. Tidak mungkin. Tapi sedari tadi dia mengamati kamar Diego, tak ada tanda-tanda cowok itu akan keluar hingga Diora memutuskan untuk turun.

"Eh ada rollade nih. Mama yang masak apa dikasih tetangga sebelah?" Diora membalik piring di atas meja lalu menuangkan nasi putih.

"Ya mama dong yang masak. Makanya, kamu tu belajar masak," kata Mama.

Diora meringis. "Ah Mama, kayak gak tau sejarah aku di dapur aja. Panci aja pernah bolong."

"Oh iya mama lupa. Kamu seharian di dapur ya perkakas mama habis karena rusak."

Diora nyengir kuda. "Mama gak ikut makan?"

"Mama udah makan duluan sama Wildan."

"Kebiasaan ninggalin aku sendirian."

"Makanya bangun jangan siang-siang. Kamu kuliah kan hari ini?" tanya Mama yang sedang menyisir rambut.

"Tadinya, tapi dosennya gak ada jadi libur. Aku boleh main ya nanti?"

"Iya. Ya udah kamu makannya habisin, abis itu nyiram kembang ya. Mama mau beli sayur dulu."

Diora mengangguk seraya menyuap nasi ke mulutnya. Uh, rollade ikan buatan Mama memang aduhai sekali rasanya, Diora bisa saja menghabiskan satu gulungan rollade saat ini juga. Benar-benar tiada duanya deh.

Setelah selesai sarapan, Diora segera melaksanakan tugasnya. Kadang tugas ini juga dilakukan oleh Wildan jika kakaknya tidak sibuk. Dengan aliran air yang tidak terlalu kencang, Diora menyirami bunga-bunga itu seraya bersenandung.

"Nih gue kasih lo semua air, baek-baek ya lo semua sama gue," ucap Diora pada bunga-bunga anggrek di sana yang tidak mendapatkan balasan tentunya.

Sembari menyiram, Diora melirik rumah tetangganya yang sepi dari aktivitas, motor Diego terparkir manis di teras rumah. Mungkin karena masih pagi jadi belum ada aktivitas terlihat. Tak lama, pintu kayu berukir itu terbuka dan muncullah sosok Tante Rita.

"Diora, rajin ya," ucap Tante Rita yang berdiri di seberang pagar rumah Diora. Diora tersipu. "Mama kamu mana, Nduk?"

"Ooh kalo Mama lagi beli sayur, Tan. Palingan ke blok D, soalnya tukang sayur suka mangkal di sana," jawab Diora mematikan keran air.

"Oalah ada tukang sayur keliling. Tante baru tau. Tante ketinggalan gak ya kalo nyusul?"

"Ya pastinya gak dong, Tan. Orang tukang sayurnya lama kalo mangkal, soalnya sambil gosip."

Tante Rita terkekeh pelan. "Diora gak kuliah hari ini?"

Diora menggeleng. "Gak Tante. Dosen yang ngajar gak masuk."

Kedua alis Tante Rita mendadak turun, desahan berat keluar dari bibirnya, "Ini lho Nduk, tante ini sebenernya lagi bingung. Lah wong anak tante, si Diego, itu lho kayak murung gitu tante liat."

Ah, pasti Tante Rita tidak tahu alasan di balik sedihnya Diego. Menurut Wildan sih Diego pasti sedang patah hati. Apa Diora cerita saja pada Tante Rita, ya?

"Iya Tan, malem juga saya tuh liat Diego gak jelas di kamarnya. Terus kata Wildan dia lagi galau gitu, Tan," jelas Diora bersemangat.

"Oh gitu, ya? Lah kok ya tante gak tau, ya. Haduh tante ini takut ada apa-apa sama Diego itu. Maklum ya Diora, tante ini cuma punya anak satu," kata Tante Rita dengan mata yang hampir berkaca-kaca.

The Partner Next Door✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang