Tiga Puluh Lima

89 22 2
                                    

'Perhatian-perhatian, kepada pengunjung bernama Dora The Explorer harap segera mendatangi sumber suara. Kehadiran anda ditunggu oleh Yang Mulia Diego. Katanya sudah waktunya ke rumah Nenek.'

Diora mengumpat pelan sembari menutup tirai. Diego memang benar-benar kurang ajar. Bagaimana dia bisa tahu hal seperti itu? Dengan terburu-buru, Diora keluar dari kamar pas dan mendatangi sumber suara. Dia bisa melihat wajah menyebalkan milik Diego tengah tersenyum mengejek penuh kemenangan. Ingin sekali rasanya dia menonjok hidung cowok itu sekarang. Di sini.

"Ah ayo dong. Udah jam berapa nih? Nenek pasti udah nunggu," sambut Diego. Santai tapi mematikan di saat bersamaan.

Dia tidak tahu saja Diora sudah menahan amarahnya mati-matian. Menahan kedua tangannya agar tidak membenturkan kepala Diego ke meja kayu di sebelah cowok itu.

"Lo brengsek banget sumpah!"

"Makanya gak usah lama milih... beha sama kolornya. Gue bete. Lagian kenapa juga harus ninggalin gue?"

"Dan ngebiarin lo ngikutin gue milih beha sama kolor gitu?" Diora mulai berjalan meninggalkan Diego. Namun cowok itu menyusul.

"Memangnya kenapa? Gak boleh?" tanya Diego, menyodorkan keranjang belanja yang hanya berisi dua buah bantal itu agar Diora mau memasukkan barang belanjaannya ke dalam keranjang juga.

Diora mendesis, namun dia toh akhirnya memindahkan juga barang-barang itu ke dalam keranjang. "Jelas gak boleh lah. Itu tuh cuma boleh dilakuin sama suami gue nanti."

Diego nyengir. "Anggep ajalah gue ini calon suami lo."

"Dih, ogah amat. Gini deh, hubungan lo sama gue cuma sebatas partner, tetangga dan gak lebih."

"Emang lo udah liat masa depan?"

"Udah keliatan kali. Masa depan hubungan lo sama gue itu gelep."

Diego sudah membuka mulutnya, menutupnya, lalu membukanya lagi tapi akhirnya menutupnya kembali. Memilih diam sembari mereka mendatangi kasir yang lumayan sepi.

"Eh jadi kapan kita pergi ke Pulau Pisang?" tanya Diora ketika keluar dari mal. Dia menatap Diego yang membawa barang belanjaan mereka tanpa mengeluh.

Diego mengangkat bahunya sekilas. "Kurang tau, baru tau harinya aja. Kita pergi Jumat terus pulang Senin."

"Yah, jadi gue ntar gak masuk kuliah dua hari dong."

"Ya kalo lo misalnya mau pulang hari Minggu gak apa-apa, gue bisa nganterin lo. Nganterin nyari bis buat pulang."

"Dih nyebelin," gerutu Diora. "Besok lo ada kegiatan gak?"

"Gak ada. Kenapa?" Diego berbelok di antara mobil yang terparkir.

"Gak apa-apa deng. Gak jadi."

"Ah males nih gue kalo ceritanya kayak gini. Kenapa? Lo mau ditemuin sama Bagas?"

"Udah deh." Diora mengibaskan sebelah tangannya. Mengaburkan pertanyaan yang hendak dia tanyakan tadi. "Eh ngomong-ngomong lo tau dari mana Dora itu? Jujur!" Dia menanti Diego memasukkan barang belanjaan ke kursi penumpang di belakang.

Diego menutup pintu mobil lalu memandang Diora. "Kalo gue kasih tau lo bakal kaget."

"Gak usah sok tau. Cepet bilang."

"Dari temen lo. Panji."

"Bohong!"

"Kan, gue udah bilang, lo bakal kaget dan gak percaya juga."

"Seriusan."

Diego menghembuskan napasnya lalu merogoh ponsel dari sakunya, sibuk dengan benda itu beberapa saat sebelum akhirnya menunjukkan foto Diora menjadi cosplayer. Foto yang dikirim oleh Panji melalui pesan WhatsApp.

Sialan. Panji mengkhianatinya. Dasar teman tidak setia.

"Tapi keren juga lo bisa dapet ide kayak gitu. Pasti lucu banget pas ospek fakultas. Gue jadi penasaran mau denger."

"Gak usah sok penasaran kalo lo cuma mau ngejek gue!" Diora merajuk. Bibirnya mengerucut namun hal itu malah membuat Diego gemas.

"Serius, Ra. Gue emang penasaran. Entah kenapa ya gue mikir hidup lo ini emang kayak panggung komedi, banyak humornya," aku Diego tanpa merasa berat hati mengucapkannya.

Kedua mata Diora memicing menatap Diego. Raut wajah cowok itu memang benar-benar penasaran bukan ingin mengejek. Tapi Diora tidak yakin harus bercerita. Dia lupa, Diego itu bermuka banyak. Bisa saja ceritanya dijadikan konten untuk cowok itu. Diora tidak akan lupa kejadian-kejadian memalukan dan menyebalkan yang sudah dia alami ketika bersama dengan Diego.

"Gue traktir Chatime deh biar lo ceritanya lebih enak."


***

I didn't realize that this part would be so short

The Partner Next Door✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang