"Maksud lo gue kudu jadi pacar pura-pura lo?" Diora tidak menyembunyikan keterkejutan dalam suaranya. "Gila kali lo."
"Gak gila tapi skenario doang. Gak bisa dibilang kalo pacaran pura-pura sih, cuma berbagi kedekatan," jelas Diego menyandarkan punggungnya di kursi.
"Kok gue gak nyambung."
"Otak lo seberapa sih kapasitasnya?"
"Kurang ajar lo."
"Lo cuma jadi partner. Ya semacam gebetan gitu lah. Cuma untuk manasin Sarah aja," terang Diego.
"Oh, maksud lo kayak ntar gue nemenin lo ke mana pas ada Sarah di situ juga?" Diora menyesap minumannya yang hanya tersisa es batu hingga terdengar bunyi berisik ketika bibirnya berusaha meraup sisa-sisa air.
"Ya gitu. Ngerti, kan?"
"Ngerti. Tapi gue juga punya syarat dan ketentuan." Diora menarik napasnya kuat-kuat sebelum melepaskannya juga kuat-kuat. "Pertama, gue gak mau dipaksa ikut kalo keadaan gue gak mumpuni, ya semisal gue mencret-mencret gitu. Kedua, gue gak suka diatur-atur dalam hal apapun, kayak baju gue gimana. Ketiga, gue lebih baik naik Gojek daripada motor lo yang tinggi itu. Punggung gue sakit."
Diego tidak bisa menyembunyikan senyum gelinya ketika melihat wajah Diora. Jemarinya mengusap dagunya perlahan sebelum menyahut, "Oke. Bisa diterima. Ada lagi?"
"Ada. Ada. Yang keempat, seminggu sekali lo harus beliin gue Chatime rasa apa aja, nyampe kerja sama kita berakhir. Kelima," Diora berdeham. "gak usah nganter-jemput gue segala."
"Bisa diterima. Ada lagi?" Diora menggeleng. "Jadi untuk masalah gue udah selesai. Sekarang lo. Tolong jelasin kenapa lo bisa putus dari Bagas."
Kalau bisa Diora ingin memotong bagian ini saja tapi setelah tadi dia mendengarkan pemaparan Diego perihal putusnya dia dengan Sarah, mau tak mau dia harus bersikap kooperatif.
Selama Diora bercerita—tentu saja dengan banyak hal yang tidak lulus sensor—Diego mengamati dalam diam. Raut wajah cowok itu sebentar datar sebentar serius. Tak ada selaan ataupun suara dehaman yang keluar dari mulut cowok itu.
"Yah jadinya gue putus dari Bagas karena ngerasa kalo gue itu jauh banget dari dia. Yah gue akuin ngobrol sama Bagas memang enak tapi gaya otaknya beda. Ibarat kata gue lari secepat tikus lah dia cheetah."
Diego memajukan tubuhnya dan menopangnya dengan kedua tangan di atas meja. "Intinya lo emang udah putus dari dia. Tapi dia sekarang deketin lo lagi?"
"Bukan dalam artian yang sebenernya. Hubungan gue sama dia ya baik. Balik lagi kayak dulu sebelum pacaran."
"Lo masih suka sama dia? Jujur aja, gue gak masalah."
"Iya, gue masih suka sama dia," jawab Diora kemudian setelah berkutat dengan perasaan dan pikirannya sendiri.
"Dan alesan lo jalin kerja sama ini karena lo mau balikan lagi sama dia?" tanya Diego hati-hati. Suaranya memelan.
Diora menggeleng. "Bukan. Gue cuma butuh pengalih perhatian doang sama ya semacam alesan aja deh biar Bagas gak deket sama gue. Ngerti?"
"Ngerti. Jadi lo mau biar Bagas jauh dan gue mau Sarah balik."
"S dan K lo apa?"
"Hmm, gue rasa cukup jangan ngatur gue. Biarin gue jadi diri gue sendiri. Lo jangan pernah nyalahin gue apalagi di depan Bagas," jelas Diego.
"Ha?"
"Contoh gampangnya tadi. Gue anggap itu sebagai bukti kalo gue serius. Tapi gue gak mau lo nyampe nanya kenapa gue kayak gitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Partner Next Door✔️
Roman pour AdolescentsSELESAI TAYANG ULANG (REPUBLISH) Diora tidak menyangka tetangga barunya adalah Diego, cowok yang dia benci karena merusak ponsel dan menjatuhkan Chatime-nya. Belum lagi cowok itu juga suka sekali membuatnya kesal. Mereka bertetangga, tapi mereka ber...