Lima Belas

122 26 4
                                    

Diora menyesap Chatime di hadapannya itu selagi berpikir atas jawaban yang akan dia lontarkan atas pertanyaan Ani tadi. Dia memutar bola matanya.

"Ni, nih ya, gue rasa dia emang ada udang di balik batu. Dia itu sengaja. Lo liat kan kemarin gimana."

"Emang sih. Ah, bener apa kata lo, Ra," Ani mengakui.

"Gak bukan gitu, Ra. Gue ini masih bingung nyampe sekarang, apa alesan lo putus sama Bagas?" Panji bertanya.

"Gue kan udah bahas berkali-kali," jawab Diora berusaha santai tapi sebenarnya dia gugup. "Apa? Gak usah ngeliatin gue kayak gitu."

"Woi, lo tuh cuma bilang udah gak cocok. Apaan tuh. Gue gak percaya."

"Bacot lo kuda bener emang. Gede. Udahlah, mending lo susul Rahman yang lagi kuis susulan."

"Ih males amat. Lo taulah Sir Yulio itu gimana. Ayo cepet ceritain!"

Diora menghembuskan napasnya berat sebelum akhirnya bercerita. Mengulas kembali kisah putusnya hubungan antara dirinya dan Bagas beberapa bulan yang lalu. Kisah-kisah yang membuat Diora tersenyum-senyum sendiri. Dulu. Tapi kini kisah itu malah menyakitkan, membuat hatinya berdenyut dan semakin membuatnya berharap kembali pada Bagas.

Panji menyimak Diora dalam diam sementara Ani menikmati pecel. Untung tidak ada Rahman, kadang cowok itu suka berkoar-koar tidak jelas ditambah dengan respon yang terlihat begitu antusias.

"Gue rasa tetangga lo itu emang gila, Ra. Ya masa gak sopan nanyain gue udah punya pacar apa belum," sinis Ani yang terlihat hampir memecahkan piring pecel di depannya karena sendoknya ditekan keras. "Gendeng!"

"Nah tau sendiri kan lo gimana gak warasnya dia. Sedari awal juga emang dia itu udah gak bener!"

"Eh kalo semisal Bagas ngajak lo balikkan gimana?" tanya Panji tiba-tiba hingga Diora tersedak ludah.

"Gak usah ngadi-ngadi lo, Nji."

"Gak becanda gue. Ini serius. Soalnya ya, kemaren gue ngeliat Bagas kayak masih ada rasa sama lo cuma lo bego aja."

"Emang gue bego, puas lo?" Diora melotot kesal.

"Nah kan bego!" Panji menepuk meja. "Bukan itu maksud gue ya Dora the Explorer! Tapi maksudnya itu lo gak peka. Gak paham!"

"Apa yang gak gue paham, ha? Gini deh, mau gimana pun juga gue sama Bagas udah end. Tamat. Gak ada kelanjutan. Gue sama dia tuh kayak kutub magnet yang berbeda. Saling berlawanan."

"Hilih kintil. Taruhan aja mau gak?"

"Gak mau!"

"Kalo gak mau berarti lo gak yakin," kata Panji.

"Ya terserah gue dong!"

"Atau lo masih suka sama Bagas?"

"Ya..." ucapan Diora menggantung, dengan bersusah payah dia menelan ludahnya. "Bacot lo makin lama ngeselin, Nji."

Panji berdecak lalu mengisap vape di tangannya. "Kasih tau, Ni."

"Ah udah deh. Ngapa sih lo bedua ini?" dengus Ani. "Gak usah bahas-bahas cowok deh. Ribet banget jadinya."

"Tau nih si Panji," Diora mendesis. "Udah ah gue bete. Mau pergi. Bye!"

Setelah menghabiskan hampir satu jam berkeliling Gramedia dan membeli satu buah komik asal—karena tidak mau hanya datang tanpa membeli—kini Diora sudah berada di depan kedai Chatime. Menikmati minuman dengan varian yang sama untuk kedua kalinya. Sendirian. Sesekali abang Gojek duduk menemani dan bertanya sembari menunggu pesanan datang. Disesapnya minuman itu sedikit demi sedikit. Pandangan mata Diora menatap lurus dan kosong. Orang-orang berjalan hilir mudik. Tua-muda. Sendirian, berpasangan dan beramai-ramai.

The Partner Next Door✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang