29 - Deadline 15 Menit Part. 2

26 5 16
                                    

Andre sama Dedew kok belum ngabarin apa-apa? Mereka berhasil enggak sih?

Firda menggigit kuku ibu jarinya seraya menatap layar ponsel.

"Fir, baksonya enggak dimakan?" tanya Amanda mengambilkan beberapa pangsit goreng.

"Hah?" Firda sempat tercenung beberapa saat. "O-oh ... iya bakso. Baru mau dimakan, he he."

Semoga saja Andre dan Dedew berhasil, Firda berdo'a dalam hati.

Sedangkan Amanda memperhatikan Firda yang mulai melahap baksonya yang masih panas dengan pelan-pelan. Bagi Amanda, Firdaus itu masih terlihat seperti gadis naif yang sama dulu dikenalnya waktu SD. Firda melihat dunia seperti kanvas kosong. Bagi Firda, semua orang baik di matanya.

Mungkin itu sebabnya pula dia yang lebih dulu kebablasan hamil. Bahkan dengan kehamilannya, Firda bersikap seolah waktu yang dia miliki panjang. Padahal sembilan bulan bukan waktu yang lama, tetapi Firda hidup seperti dia terjebak dalam waktu yang sama.

Amanda berpikir, mungkin karena Firda tak tahu rasanya kehilangan yang sejati. Dia memang pernah kehilangan kedua orangtuanya sewaktu kecil, tetapi Tante Bina menolongnya dan mau mengasuh Firda.

Tahun ini Tante Bina didiagnosa mengidap penyakit kanker payudara, dan lagi Firda bersikap dia bisa tegar menghadapi itu karena dia punya tiga sahabat yang selalu berada di sisinya.

Selama ini pula, bagi Firda ... Amanda adalah sahabat yang ia sayangi. Sahabat yang mau menemaninya ke klinik aborsi, dan sahabat yang selalu memeluknya kala air mata ini tak bisa dibendung lagi.

Jadi ... kalau Firda kehilangan Ama, Firda bakal apa?

Ah, kok gue malah ngecemasin Firda? Amanda ingin menertawakan diri sendiri.

"Fir, gue tadi nembak Dewa," aku Ama tak ingin menyembunyikan hal ini lama-lama.

Hening.

Firda yang baru saja ingin melahap sepotong bakso, terhenti seketika. "Nembak Dewa?"

Amanda mengangguk pada pertanyaan polos itu. "Gue udah mengakui perasaan gue sama Dewa. Gue cuma pengen jujur sekali ini aja."

Amanda menembak Dewa? Ama baru aja bilang dia suka sama Dewa? Ama bilang dia jatuh cinta sama Dewa? Pertanyaan-pertanyaan itu terus bergema dalam kepala Firda bagai rekaman rusak. "Te-terus jawaban Dewa apa?"

Amanda hanya menyungging senyum tipis. "Rahasia."

Apa Dewa bilang iya? Apa Dewa juga punya perasaan yang sama dengan Ama? FIrda kian diliputi rasa penasaran. Amanda dan Dewa bersama ... apa itu mungkin?

"Yah, masa rahasia!" Firda pura-pura merengek.

"Karena itu hanya buat gue dan Dewa," kata Amanda meremas gelas teh es yang embun dinginnya mulai mengucur ke jari-jari. "Gue juga pengen ngaku jujur sama elo, Fir."

Maafin gue untuk hari ini, ya? Karena kita adalah temen, gue enggak boleh nyembunyiin apapun lagi dari elo.

Amanda menarik napas dalam-dalam dan kemudian mengangkat beban hati yang selalu menghantuinya. "Dari dulu ... gue enggak pernah nganggep elo temen gue."

Firda diam kembali. Dia berhenti makan bakso dan menatap Amanda. Teman yang ia percayai selama ini.

Amanda mengambil kesempatan mengisi keheningan ini dan kembali melanjutkan pengakuannya. "Gue temenan sama elo, karena Dewa suka sama elo, Fir. Gue selalu benci kalo elo ada sama Dewa. Gue benci fakta bahwa gue harus berpura-pura jadi temen baik di depan elo selama bertahun-tahun. Dan akhirnya gue muak. Makanya pas SMA gue mutusin temenan sama Tania supaya gue enggak sakit hati mulu deket-deket sama elo."

Satu Bayi Empat Hati [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang