47 - Pesan dari Firdaus

41 1 0
                                    

Dewa masih ingat bagaimana sakit hatinya memandang dari jauh bagaimana Dokter Lukman mengetuk kamar rawat Firda.

Mungkin Dokter Lukman mengajak Firda menikah.

Mungkin Dokter Lukman di sana tengah memeluk Firda dan mengatakan bagaimana dia amat sangat mencintainya.

Hah, Dewa menertawakan dirinya sendiri.

Dewa hidup 18 tahun selama ini, apa yang ia tahu tentang cinta?

Apakah itu cinta yang membuat dadanya sakit?

Apakah itu cinta yang membuatnya menangis diam-diam di lorong rumah sakit yang sepi?

Apakah itu cinta yang membuatnya memikirkan kenangannya bersama Firda?

Entahlah. Dewa tak pernah tahu. Ujian sekolah dan kelulusan sudah di depan mata. Sekarang Dewa harus menghadapi kenyataan dia akan melewati fase hidup itu dengan atau tanpa Firda.

Jawabannya tak pernah pasti.

Namun, sakit hati itu nyata dan ia tak akan pergi.

***

Kamu mendapat chat dari Firda!

Hai, semuanya. Maaf gue baru bisa ngabarin. Seminggu ini gue harus bed-rest full. Gue juga udah dikasih obat kuat dan syukurnya anak gue masih bertahan.

Gue mau bilang, gue makasih banget sama kalian. Kalian adalah sahabat gue. Selamanya gue sayang banget sama kalian.

Maka dari itu gue pengen ngasih tahu ke kalian pertama bahwa gue dan Kak Lukman bakal mencoba soal hubungan kami.

Mungkin kalian udah kenal Kak Lukman adalah dokter dan dia dan gue mungkin belum sampai di fase mau menikah. Tapi gue mau liat bagaimana dia sama gue.

Dia dan gue udah ngomong. Dia bersedia mau jadi ayah anak gue dan pengen dikasih kesempatan. Jadi gue mau lihat gimana nantinya.

Agak ambigu ya, tapi batas gue cuma bisa sampai di situ. Jujur gue masih punya banyak keraguan dan Kak Lukman bilang bakal banyak bantu soal gue dan Tante Bina.

Gue minta maaf karena udah bikin kalian semua pusing sama masalah gue. Gue udah gak tahu lagi mau kemana kalau bukan sama kalian.

Cuma kalian sahabat gue di dunia ini.

Gue juga mau kasih selamat buat Andre dan Dewa sekarang udah mau lulus aja. Nanti kalau kita ada waktu, kita semua harus ngumpul lagi terus ngerayain.

Buat Amanda, ketika lo baca ini lo pasti udah gak ada di kota ini. Gue tahu lo harus ikut ayah lo dan fokus ke program rehabilitasi. Gue harap lo sehat selalu ya. Gue sayang banget sama elo, gue mau yang terbaik buat elo.

Gue gak ada pesan terakhir, karena gue gak mau ini yang terakhir.

Janji ya kita harus ketemu lagi.

***

Beberapa bulan kemudian.

"Kamu senyum ih mikirin pacar ya," ujar Adinda menegur Amanda menatap layar ponselnya.

Amanda langsung kikuk sendiri dan mendorong adiknya sebal. Mereka berdua kini sedang duduk di taman khusus untuk para pasien rehab. Cahaya mataharinya hangat dan pohon-pohon yang tumbuh di sini menambah suasana sejuk.

Satu Bayi Empat Hati [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang