33 - Sudut Pandang Dari Rizal

26 6 2
                                    

"Oke, Nak Dewa dan Nak Rizal bakal menilai tugas Bahasa Indonesia." Ibu Kiky memberi Dewa dan Rizal masing-masing dua tumpuk buku, "yang ini kelas 11 dan yang ini kelas 12."

Tak lama Ibu Kiky membawa dua tumpuk buku lainnya untuk Firda. "Kalau yang ini tugas biologi dan fisika."

"Terus yang ini ...." Ibu Kiky membawakan tumpukan buku yang paling tinggi di antara semuanya. "Yang ini tugas matematika buat Andre, oke? Habisnnya kamu kan bendahara OSIS, pasti pinter dong ngitungnya?"

Harusnya itu lelucon sih, tetapi Ibu Kiky sadar diri kalau itu enggak lucu, abisnya enggak ada yang ketawa.

Anehnya, tanpa protes apapun empat siswa itu menuruti hukuman yang harus mereka jalani. Meski Ibu Kiky jujur saja tak nyaman dengan raut ketiga muridnya yang tampak murung. Yah, tapi wajar sih kalau murid dihukum pasti tak senang. Pulang sekolah harus ke kantor guru, dan memeriksa tugas-tugas siswa yang sama melelahkannya. Remaja mana pun tak akan mau dihukum begini.

Hanya saja, ini masalah yang berbeda. Sebelum menerima tugas ini Ibu Kiky sudah memeriksa latar belakang empat murid ini dan kenapa mereka terlibat masalah.

"Ah, kalau kalian mau saling ngobrol juga enggak apa-apa, ada setoples permen di sini kalau kalian mau," jelas Ibu Kiky kemudian mengambilkan sekotak tisu dekat tiga siswa itu pula. "Ibu permisi sebentar ya."

Walau bilang permisi, Ibu Kiky sebenarnya tidak pergi jauh. Dia hanya duduk di bangku depan kantor guru dan diam-diam menguping apabila empat muridnya mengeluarkan suara.

***

Membosankan. Menyebalkan. Mau pulang! Itu yang Rizal pikirkan. Mending bersihin toilet dari pada dihukum satu ruangan bersama tiga orang ini. Asli canggung banget!

"Ada yang mau permen?" tanya Firda sambil memasang wajah tersenyum meski tak satupun laki-laki di sini menanggapinya.

Pertama gadis bernama Firdaus Wardah. Ah lihatlah senyum palsu itu! Kasihan betul enggak ada yang menanggapi dia. Kalau saja dia bukan gadis teladan yang hobinya belajar, Rizal mungkin saja sudah mengembat Firda dari dulu.

"Gue mau! Permen rasa coklat ya," sahut Andre datar dan Rizal hanya bisa memutar bola mata.

Orang kedua di ruangan adalah Muhammad Andre Zahiir. Si Bendahara OSIS yang killer juga teman sekelasnya Firda. Sama-sama umat sok pinter. Kalau Andre dan Firda pacara, Rizal enggak bakal kaget sih.

"Dewa mau?" Firda menoleh pada Dewa yang tak tertarik menjawab atau bahkan melirik Firda.

Nah, ini orang yang ketiga. Orang paling rese di antara mereka semua. Sadewa Rayhan songong paling tersongong. Rizal bahkan tak percaya bagaimana mereka atau Amanda mau berteman dengan orang aneh seperti Dewa?

Rizal juga tak akan lupa bagaimana nada bicara Dewa saat ia menanyai bagaimana Amanda bisa keluar dari sekolah. "Lo mau tahu?" Dewa mendengkus menahan tawa pada kehadiran Rizal mengganggu makannya di kantin. "Ama nembak gue lho! Terus gue tolak dia mentah-mentah! Makanya dia keluar dari sekolah! Puas lo nanya-nanya?"

Makanya saat itu Rizal juga kehilangan kendali entah mengapa. Membayangkan Amanda naksir sama orang bermuka dua seperti Dewa, rasanya mau muntah!

"Ck, nih makan permennya! Udah ditawarin dari tadi!" Firda dengan sebal langsung mengacak muka Dewa dan melemparinya sebungkus permen.

Rizal ingin meringis waktu Firda masih berani menyentuh Dewa walau setelah semua yang terjadi. Apa dia tidak takut? Dewa itu mirip binatang liar lho! Apa dia tidak ngeri sedikit pun?

"Elu sih pake diem segala!" Andre ikut menggerutu lalu menilai buku siswa yang ia tulis dengan nilai minus 5, bukan nol lagi, minus beneran.

"Napa sih pake ngajak gue bicara segala." Dewa akhirnya mau menerima permen pemberian Firda. Namun, baru saja dia melihat bungkusnya Dewa tercenung sesaat. "Lemon," bisiknya dan menoleh pada Firda yang sontak mengambil buku tulis siswa lalu pura-pura membacanya dengan serius.

Satu Bayi Empat Hati [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang