7 - Sudut Pandang Dari Andre

80 13 0
                                    

7 – Sudut Pandang Dari Andre

"Nah, ibu mau mengulang pelajaran minggu lalu, kalian masih ingat?" sahut Ibu Guru berjalan ke tengah, memandangi 30 siswanya.

Sementara Andre yang duduk tepat di tengah-tengah baris ketiga, bisa mendengar jelas kicauan teman-temannya yang mengeluh. Beberapaada yang membuka kembali buku catatan, ada pula yang minta dikasih tahu oleh teman dekatnya.

"Nah, gimana kalau Sandra yang mulai duluan!" ujar Ibu Guru menunjuk gadis dari baris kedua paling pojok, "jelaskan apa itu Heroin?"

Sejujurnya Andre tak bisa lagi fokus pada penjelasan Sandra. Pikiran pemuda itu telah lebih dulu memutar ingatan pertemuan mengerikannya dengan Tuan Dastan tadi pagi.

Begitu ia ingat jelas ketika Dastan berucap, "Kamu itu mau ngapain ke sini?" Dastan melipat kedua tangannya ke dada, "Amanda enggak ada di sini!"

Andai orang lain yang menghadapinya, pastilah nyali siapapun langsung ciut menghadapi nada sinis Dastan. Namun, Andre menghela napas dan menggeleng. "Ama kasih saya pesan buat ngambil barang dia, Om!"

Dastan tak bereaksi beberapa detik. Di sisi lain, hal itu memberi Andre waktu untuk menyadari ada bekas luka lebam ungu kemerahan di pipi kanan Dastan. Pikiran Andre menebak-nebak kejadian apa di balik luka itu. Melihat rumah kekayaan Dastan ini saja, orang bodoh sekali pun tak punya waktu untuk berkelahi dan mengotori tangan sendiri. Untuk soal keamanan, pasti Dastan punya bodyguard setara dengan level pasukan penjabat tinggi. Jadi mengapa Dastan bisa dilukai sedemikian rupa?

"Oh ... gitu." Dastan sukses mengendalikan suaranya dan menyungging senyum. Di saat yang sama, seorang wanita paruh baya melewati pintu pagar sembari membawa barang pesanan Amanda di dalam satu tas khusus. Sama seperti satpam tadi, si wanita menunduk begitu bungkuk kala menyadari radar Dastan ada di sekitar.

Tanpa berkata-kata, Dastan melengos dari Andre dan selanjutnya lelaki itu sudah memasuki mobilnya. Sebelum pergi, kaca mobil terbuka beberapa saat, wajah Dastan kembali menuju Andre. "Nanti kalau kamu ketemu Amanda, bilangin ayahnya kangen, oke?"

Andre ingat sekali ucapannya berbeda sekali dari Dastan yang pertama. Ucapannya saat itu, adalah ucapan penuh racun ular menjijikkan dan seolah semua itu ingin dimandikan pada Amanda dengan penuh kasih. Sepanjang bel pertama masuk, Andre terus-terusan memikirkan semua ini. Dia tahu Amanda tak terlalu menyukai ayah tirinya, tetapi setelah bertemu langsung dengan sosok Dastan, membuat Andre tak habis pikir bagaimana Ama bisa tahan tinggal seatap dengan orang itu?

"Oh! Firdaus mau menambahkan penjelasan Sandra?" ucap Ibu Guru dan otomatis kepala Andre menoleh ke samping kanannya, jauh melewati dua meja.

Dengan percaya dirinya Firdaus tersenyum lebar dan berkata, "Heroin atau nama populernya Putaw, adalah seperti yang dibilang Sandra, zat adiktif yang diproses dari Morfin. Awalnya heroin digunakan untuk obat batuk dan obat penenang untuk pengidap kanker, namun setelah melihat banyaknya permintaan pasien yang padahal tidak mempunyai penyakit apapun, akhirnya dilakukan penelitian dan heroin dimasukkan menjadi zat adiktif."

"Kayak obat gigi?" sahut siswa lain dan kikikannya menularkan ke yang lainnya. Ibu Guru menaruh perhatiannya pada mereka dan atmosfir serius pun kembali.

Firdaus mengangguk dengan semangat. "Ya, seperti obat gigi yang dulu viral. Tapi Heroin memiliki dampak ketergantungan yang lebih parah! Penggunanya cenderung suka berbuat kriminal, jadi hati-hati kalau kalian kena tipu temen sendiri."

"Nah! Si Mamang ini mah!" sahut siswa di belakang dan mulai terjadi semacam pergulatan kecil sejenak sebelum Ibu Guru men-shush! mereka.

"Lanjutkan, Firdaus," titah sang guru.

Satu Bayi Empat Hati [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang