32 - Warna dari Kesedihan yang Berbeda

14 5 2
                                    

"Jangan bacot kamu!" bentak Tiara, "Amanda pasti kabur ke sini! Ngaku kamu! Atau saya lapor polisi atas penculikan anak!"

Bahkan para tetangga pun keluar dari rumah dan mulai berbisik tak keruan.

"Bagaimana anda bisa berkata seperti itu!" Diana membela diri, nyaris merasa malu sebab tetangganya ikut melihat. "Anda kan tahu sendiri kedua anak kita berteman baik! Kenapa anda menuduh saya seperti itu!"

"Heh! Kamu kira karena anakmu temenan sama putriku, aku bakal baik-baik sama kamu? Ngaca dong ya!" Tiara mendorong sekali lagi Diana dan lanjut berkata, "wanita yang cuma tukang jahit dan enggak punya suami kayak kamu bisa apa hah? Saya aja malu Amanda deket-deket sama anakmu itu dari awal! Kalau Amanda niru perbuatan kamu, mau tanggung jawab hah?!!"

Andre mengigit bibirnya sampai terasa perih. Akal sehatnya menghilang dan hanya satu yang terpikir olehnya adalah melangkahkan kaki pada pertikaian tersebut. Menengahi dirinya antara Tiara dan melindungi Diana.

"Pergi," titah Andre begitu dingin, "putri anda yang bernama Azkia Amanda tidak ada di sini."

"Enggak tahu adab!" cecar Tiara melihat Andre berdiri tanpa sedikit pun gentar terhadapnya. Padahal masih anak SMA ingusan, apa dia tidak takut sama sekali menginterupsi perkelahian orang dewasa?

"Justru Anda yang tidak tahu adab!" balas Andre, "padahal Anda orang kaya, suami punya duit berjuta-juta, tapi ngomong sama orang segitu bar-barnya. Anda tidak bisa ngaca ya betapa memalukannya kelakuan anda berbanding terbalik dengan status anda sendiri sebagai orang kaya? Anda benar-benar tidak punya sopan santun menilai ibu saya dari masa lalunya. Anda itu benar-benar menjijikkan."

Diana membelalak pada ucapan Andre barusan. Tak bisa disangkanya Andre bakal seberani ini. Rasa malu Diana rasanya sudah di puncak. Wanita itu kemudian menyuruh Andre kembali ke dalam rumah dan jangan ikut campur. Tidakkah dia bisa lihat, kata-katanya tadi hanya memperkeruh suasana?

"Menjijikkan katamu?" Tiara menggeram dan berjalan maju. Dia serobot Diana, dan tangan wanita keji itu berhasi mencengkram rambut hitam Andre. Pemuda itu sontak memberontak pada serangan Tiara.

Andre mengerang kesakitan dan Diana menjerit agar Tiara berhenti menyiksa anaknya.

Sampai kemudian kaca mata ikut jatuh ke tanah, Tiara tak segan-segan lagi menginjaknya sampai hancur pula. "SINI KAMU! SINI KAMU!! MAU MAMPUS KAMU HAH?!!! MAU DIBAWA KE POLISI MAU? DIBAWA AJA KE POLISI BIAR KAMU SAMA ENGGAK USAH SEKOLAH LAGI!!!"

Tiara benar-benar puas di momen itu. Di matanya Andre hanya seonggok daging yang cuma bisa bicara. Anak itu tak mengelak saat Tiara menyeret kepala Andre dengan paksa. Tiara bisa saja merasakan akar rambut Andre bisa tercabut di tangannya. Hah! Biarin! Anak haram tidak tahu diri ini harus diberi pelajaran biar tahu rasa—

Seketika sebuah tamparan begitu hebat melayang ke wajah Tiara yang jelita. Pipinya begitu pedas seolah bukan tangan manusia biasa yang melakukannya. Diana merebut kembali anaknya dan mendekapnya erat seolah itu adalah hartanya yang paling berharga.

"Jangan pernah kamu sentuh anakku lagi." Diana menatap Tiara dengan nanar seolah ingin membunuh.

Tiara yang awalnya ingin berteriak marah lagi sampai tergidik hanya karena mendengar nada bicara Diana yang berubah. "Bukan salah aku lah ya?" Tiara berdalih sambil mengusap pipinya yang panas. "Anakmu itu lho kelakuannya—"

"Andre hanya begitu kalau kamu sendiri enggak menghormati dia!" Diana memotong. "Kamu kira anakku bodoh? Aku ngajarin dia menghormati orang yang pantas dihormati! Terus buat apa dia menghormati kamu yang enggak bisa ngurus anak sendiri dan malah fitnah orang sesuka hati? Pantas aja Amanda enggak mau lagi tinggal sama kamu!"

Satu Bayi Empat Hati [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang