Amanda meringkuk di kegelapan. Jendela suda ia tutupi rapat-rapat. Tak ada seberkas cahaya yang berani mengusik gadis itu.
Sudah hari ke berapa ini? Amanda bertanya-tanya sambil mengucek-ngucek matanya yang mengantuk. Tak sengaja betisnya bergeser dan menyentuh beberapa alat suntik.
Obatnya tinggal dikit, Amanda lagi-lagi menghela napas. Setelah ini gue harus apa?
Tok! Tok! Tok!
Tiba-tiba suara ketukan pintu itu menyentak Amanda hingga terpaksa mendongak. Siapa pula yang mengetuk itu? Bukankah Amanda sudah membayar lebih dari cukup ke pemilik penginapan? Amanda sudah punya banyak persiapan duit dari Dastan yang ia curi diam-diam, mau hidup lima tahun pasti cukup.
"Ama," panggil seorang gadis dari luar, "ini Tania, gue tahu elo di dalam. Gue mau ngomong."
***
Andre mengembuskan napas perlahan sambil meneguk air kelapa, matanya menatap lautan dengan bosan. Pemuda itu duduk sendiri di meja bundar luar kafe. Menunggu Firda dan Dewa membawa kabar bagus.
"Bang Andew!" Firda memanggil tak lama kemudian datang dan duduk di samping Andre.
Dewa juga menyusul setelah memesan air kelapa pula. "Aih, panas banget di sini!" keluhnya lalu mengelap keringatnya yang terus menetes. Terakhir kali Dewa berkeringat banyak seperti ini ketika latihan basket.
"Masih enggak ada?" tanya Andre terlalu lelah untuk bertanya. Habisnya dari wajah Firda dia sudah tahu jawabannya.
"Tapi, tapi!" Firda menambahkan lagi. "Para pedagang di sini aneh lho!"
Dewa mengangguk. "Mereka semua bilang beberapa hari ini ada hantu perempuan di pantai lho!"
Andre mengerutkan dahi. "Hantu?" Dia mengulangi ingin tertawa. "Ngapain ada hantu jalan-jalan di pantai? Lagi liburan?"
"Kami juga enggak mau percaya juga kok!" Firda berkilah, "tapi ya jadi keterusan asik ngobrol gitu."
"Hari panas gini, harusnya elo enggak usah ikutan nyari Ama," ucap Dewa memberi Firda air kelapa yang tadi dipesan.
"Ihh enggak apa-apa!" Firda langsung menyomot gelas itu dengan cepat. Dia sudah benar-benar kehausan.
"Besok minggu." Andre menelungkupkan kepalanya di atas meja. "Besok kita harus pulang lho! Kalau kita enggak menemukan Ama di sini, kita musti ngapain lagi?"
Firda dan Dewa tak tahu harus menjawab apa.
***
"Sudah ketemu temennya?" tanya ibu penjaga penginapan menyambut kepulangan Firda, Dewa, dan Andre saat hari sudah berubah warna menjadi jingga.
Andre dan Dewa hanya diam membisu, sementara Firda tersenyum menggeleng.
"Aish, kasian betul kalian ni! Mau makan?" tanya ibu itu lagi.
"Tolong antarkan aja ke kamar Dewa dan Andre ya, Bu! Nanti saya juga makan bareng di situ."
Usai percakapan singkat itu Dewa dan Andre langsung saja meluncur ke ranjang. Firda menghela napas dan membuka pintu kamar di sebelah mereka. Tak lama setelah ia memutuskan mandi dan ganti baju, Firda menatap sekitar kamarnya dan merasakan betapa kosongnya tempat ini.
Coba aja Ama di sini, mungkin dia pasti sekamar dengan Firda.
"Pedagang itu bilang mungkin yang muncul di pantai malam hari adalah hantu Nyi Roro Kidul," jelas Dewa saat Firda mengetuk pintu dan masuk ke kamar para cowok untuk makan malam bareng-bareng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Bayi Empat Hati [TAMAT]
Novela JuvenilSemua berubah ketika tahu Firda hamil saat masih duduk di bangku SMA . . . . . Apa yang bakal kamu lakuin kalau temanmu bilang dirinya hamil? Apa kamu masa bodo saja? Apa kamu mau menemaninya ke klinik aborsi? Apa kamu sanggup membantu temanmu wa...