"Aw! Aw! Aw! Bangsat! Pelan-pelan!" Amanda mengumpat saat Andre dengan wajah memberengut mengusapkan kapas betadine ke sisi wajah Amanda yang terluka.
"Santai, napa?! Ngegas bener pake nyebut gue bangsat segala!" tegur Andre dengan gemasnya menekan kapas tadi lebih keras supaya Amanda makin kesakitan.
"Bebal banget sih jadi orang!!" Amanda yang kesal memukul bahu Andre. "Kasihani gue dikit napa?! Uhh, sebel!"
Andre diam-diam mengulum senyum dan menunjukkan beberapa perban pada Amanda. "Pilih gambar perban yang lo mau," katanya, "adayang gambar lope, bintang atau jari tengah."
Amanda terkikik. "Pfft, emang ada perban gambar jari tengah?"
"Weesss, ada dong!" Andre mengeluarkan perban polos, "gue yang gambar jari tengahnya!"
Amanda langsung terbahak sampai sakit perutnya. Tak lama Ibu Andre—Diana—datang membawa nampan tiga cangkir berisi teh manis. "Ibu cuma punya teh manis ya."
Untung Amanda diizinkan menginap. Kalau Ibu Andre tidak mengizinkan mungkin Amanda hanya akan keluyuran tanpa arah.
"Nanti tidur sama ibu ya?" Diana kemudian mengelus puncak kepala Amanda walau Andre cemberut melihatnya. Habisnya, kalau ada tamu ibunya memang selembut malaikat, tetapi giliran ngomong sama anak sendiri malah bablas, ngomongnya enggak ada rem.
Dasar jiwa emak-emak lokal.
Namun, Andre jujur bersyukur pula ibunya mau mengizinkan Ama menginap. Andre juga tak ingin menanyakan alasan Amanda datang padanya dengan kondisi lusuh dan menangis sesegukan. Sudah cukup temannya itu terluka.
"Bu, Ama boleh ya bantu ibu ngejahit ya? Ya? Boleh ya?" rengek Amanda mengikuti Diana menuju ruang khusus beliau biasa bekerja.
Diana tertawa dan mengangguk. "Iya boleh."
Andre menghela napas, Amanda nampaknya bisa bersikap seperti dirinya yang biasa. Kalau Amanda ingin curhat, dia pasti akan melakukannya di saat yang tepat
***
Ketika malam tiba, tepat pukul 12 lewat, Andre keluar dari kamar untuk menyelesaikan hajat. Matanya gatal dan menguap pun tak bisa ia tahan. Kaca matanya juga ikut miring kala pemuda itu berjalan terhuyung-huyung bagai zombie.
Andre yang sudah hapal rumah sendiri, tak punya masalah menemukan posisi toiletnya berada. Namun, malam itu ada yang berbeda saat Andre kembali. Ada seseorang duduk di ruang tengah. Tirai jendela juga dibuka dan membiarkan cahaya bulan masuk.
Andre yang penasaran menghampiri sosok yang tengah duduk dibangku rotan itu. "Ama? Lo enggak bobo?"
Amanda mendongak dan tersenyum lembut. "Enggak bisa bobo, ehehe."
Andre mengembuskan napasnya. "Lo mau dibikinin susu?"
Amanda menggeleng dan hanya menepuk tempat kosong di bangku rotan. "Duduk sama gue bentar. Gue nemu lagu bagus," ujarnya menawarkan salah satu earphonenya pada Andre.
Awalnya Andre tak ingin berdiam di sini, tetapi mengingat Amanda datang padanya dengan wajah menangis rasanya tak ingin ia alami lagi. Mumpung Amanda lagi punya mood bagus, mending dipuas-puasin ajalah apa maunya Amanda.
"Lagu apa?" tanya Andre duduk di sebelah Amanda dan telinganya ikut dipasangkan earphone.
"Lagu zaman behula pokoknya," kata Amanda dan mulai memutar lagu itu dari ponselnya.
Memandang wajahmu cerah
Membuatku tersenyum senang
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Bayi Empat Hati [TAMAT]
Ficção AdolescenteSemua berubah ketika tahu Firda hamil saat masih duduk di bangku SMA . . . . . Apa yang bakal kamu lakuin kalau temanmu bilang dirinya hamil? Apa kamu masa bodo saja? Apa kamu mau menemaninya ke klinik aborsi? Apa kamu sanggup membantu temanmu wa...