34 - Semua Tentangmu dan Kita

45 4 4
                                    

"Firda, kamu beneran pergi tiga hari?" tanya Tante Bina dengan suara serak,sembari duduk di tepian ranjang, memerhatikan Firda yang sedang mengenakan jaket. Jujur saja, Firda tak ingin berlama-lama meninggalkan Tante Bina. Wanita itu kini tampak lebih kurus, dan rambutnya menipis. Beliau juga lebih banyak tidur dari pada makan.

"Pas hari minggu, Firda bakal langsung pulang kok!" Gadis itu meraih kedua tangan Tante Bina dan menggoyangkan dirinya ke kiri dan ke kanan. "Tante mau oleh-oleh? Mumpung Firda ke pantai?"

Tante Bina memaksa dirinya tersenyum. "Kamu ke sana kan nyari Amanda? Emang sempat beli oleh-oleh?"

"Ya disempet-sempetin aja!" Firda lalu mengecup pipi Tante Bina dan memeluk wanita pucat itu.

Sabrina menghela napas dan membelai lembut punggung Firda. Dia hirup dalam-dalam harum keponakannya itu. Padahal Sabrina inginnya Firda menyerahkan kasus Amanda kabur ini ke pihak polisi saja, lagi pula pasti keluarganya juga mencari kan?

Itu jika memang keluarga Amanda memang niat mencari, seperti kata Firda yang tak bisa ia bantah.

"Assalamu'alaikum!"

Sebuah salam sekaligus suara ketukan pintu otomatis melepas pelukan Firda dan Tante Bina. Firda menyulam senyum ini di bibirnya dan berlari menuju pintu. Di balik pintu yang terbuka kini sudah Andre, Dewa dan juga Ibu Andre, Diana yang suka rela akan menjaga Tante Bina untuk tiga hari ini.

"Makasih, Din udah mau datang," ucap Sabrina menyambut sosok wanita yang menjadi ibu Andre itu.

"Ah, enggak apa-apa," kata Diana dan melihat Firda membawa tas punggungnya keluar. Diana memeluk gadis itu untuk perpisahan terakhir lalu berkata, "Firda jaga diri ya? Kalau ada apa-apa laporin aja anak Tante ke penjara. Tante beneran ikhlas kalau Andre apa-apain kamu!"

Andre menampar dahinya sendiri. Dewa langsung terbahak dan menyenggol pundak Andre berkali-kali.

Namun, Diana juga memandang Dewa serius. "Dewa, juga kalau marah, tolong dikontrol, lho!" ucapnya dan Dewa pun berhenti tertawa seketika, terus manggut-manggut.

"I-iya Tante," jawab Dewa menggaruk belakang lehernya sendiri.

"Udah siap nih!" sahut Andre memecah suasana dan meraih tangan ibunya lalu ia cium dengan lembut. "Andre pergi dulu ya, Ma!"

Diana mengangguk dan mendapat ciuman tangan dari Dewa serta Firda. Tak lupa pula mereka pamitan dengan Tante Bina yang melambai lemah saat ketiga remaja itu berjalan menjauh.

***

"Gue kira ibu lo juga dateng," kata Andre pada Dewa yang membawa tas Firda.

Dewa menggeleng lesu. "Ayah gue mau dateng. Jadi di rumah sibuk. "

Kedua mata Andre yang kini sudah dipasangi kaca mata baru membelalak lebar. Seingatnya, ayahnya Dewa itu komandan atau jenderal tentara ya? Auk ah lupa. Cuma ya dibanding ayah yang lain, ayahnya Dewa itu serem banget. Kumisnya tebal, tubuhnya besar, apalagi wajahnya yang begitu kaku serta banyak bekas luka kasar menyertainya.

Mengingat sedikit saja, Andre sudah merinding.

"Ndre, gue males minum susu!" rengek Firda saat mereka bertiga sudah duduk di barisan bangku bus paling belakang, dan Firda mengembalikan kotak susu kehamilan siap minum yang Andre belikan untuknya.

"Abisin!" tegas Andre akhirnya bisa sok-sok keren menyentuh gagang kaca mata barunya. "Udah gue beli banyak-banyak biar cukup buat persediaan elo! Pas kita sampai di sana, gue juga bakal beliin buah-buahan buat elu ngemil!"

Firda mendecak dan menyikut Dewa. "Cih, mentang-mentang kita traveling dibayarin Rizal, seneng banget ntuh Bang Andew punya banyak duit dadakan! Dianya aja beli kacamata baru!"

Satu Bayi Empat Hati [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang