Isi dari surat yang Asih berikan pada Hana, hanya sebuah permohonan untuk menjaga Naya dan juga di dalam surat tersebut Asih mengatakan tidak menyalahkan Hana.
Menurut informasi yang Naya dapat, kecelakaan terjadi saat perjalanan pulang, itu akibat Hana tengah menyetir sambil memainkan ponselnya, membalas pesan temannya. Karena kurang fokus, Hana tidak menyadari jika di depannya ada sebuah bus yang berlawanan arah dengan mobilnya. Karena hampir bertabrakan, Hana langsung membanting stir ke trotoar jalan. Untungnya tidak sampai terjadi kecelakaan beruntun. Kondisi Asih yang lebih parah dari Hana, karena Asih lupa memakai sabuk pengamannya.
"Naya kamu akan nikah sama Arhan" pernyataan tersebut tentu membuat Naya menatap Hana tidak percaya.
"Nikah? Kenapa harus nikah, Nyonya?"
"Tapi di surat yang ibu kamu tulis, saya harus menjaga kamu--"
"Tapi tidak harus menikah dengan Tuan Arhan, Nyonya"
"Dengar ini, Naya. 'Saya tidak menyalahkan Nyonya atas kecelakaan ini. Saya ikhlas. Saya cuman mau minta tolong, tolong jaga Naya'. Meski ibu kamu mengatakan 'tidak menyalahkan saya'. Tetap saja saya yang merasa bersalah atas kepergian ibu kamu. Dengan kamu menikah sama anak saya, saya akan selalu menjaga kamu, sesuai amanah ibu kamu" jelas Hana sambil membaca surat yang Asih tulis.
Saat ini mereka tengah kumpul di ruang keluarga, sehari setelah pemakaman Asih. Karena saat hari pemakaman Asih, Naya belum bisa di ajak bicara.
"Tapi, Nyonya. Saya tidak enak dengan Tuan Arhannya. Tuan Arhan jadi harus sengsara"
"Apa maksudmu sengsara?" Wira yang sejak tadi diam, kini melontarkan pertanyaan saat mendengar ucapan Naya.
"Maaf, Tuan. Maksudnya, nanti masa depan Tuan Arhan hancur kalau nikah sama Naya. Iyakan, Tuan Arhan?" ujar Naya lalu minta dukungan pada Arhan yang duduk di sofa single.
"Kata siapa?"
"Eh!" bingung Naya saat mendengar balasan Arhan.
"Tuan Arhan setuju nikah sama Naya?" pertanyaan tersebut membuat Hana gemas.
Bukannya Arhan yang menjawab, tapi Hana lebih dulu berbicara. "Pokonya seminggu lagi Naya nikah sama Arhan. Gak ada penolakan. Ini bentuk tanggungjawab saya sama kamu, Naya"
"Tapi, Nyonya. Gak perlu dengan nikah juga. Kita masih muda, terus juga 'bentuk tanggungjawab', Nyonya kira Naya hamil apa?" protes Naya, dia masih memiliki mimpi untuk masa depannya. Jika menikah dengan Arhan, Naya rasa akan sulit mencapai mimpinya.
"Kamu menolak putra saya?" jika Wira yang bertanya rasanya Naya tidak berani membantah lagi. Suara tegas dan wajah datarnya, membuat Naya gugup sekaligus takut.
"Maaf, Tuan. Naya mau" putus Naya dengan pandangan yang menunduk.
"Dari tadi kek" dengus Wira. Selanjutnya ia pergi meninggalkan ruang keluarga begitu juga Arhan. Kini di ruang keluarga tersebut tinggal Hana dan Naya.
"Dengar, Naya" ujar Hana yang sudah duduk di samping Naya. Naya mendongak, menunggu kalimat yang akan Hana lontaran.
"Dengan kamu menikah sama Arhan, kamu menjadi menantu saya sekaligus putri saya. Pastinya kamu akan ada yang jagain, yaitu Arhan. Karena saya gak bisa selalu menjaga kamu. Dan ibu kamu akan tenang di alamnya"
KAMU SEDANG MEMBACA
ARHANAYA || SUDAH TERBIT ||
Teen FictionCERITA SUDAH TIDAK LENGKAP. UNTUK PEMESANAN NOVEL ARHANAYA BISA LANGSUNG DI SHOPEE swpbookstore_ ATAU LINKNYA CEK DI BIO INSTAGRAM @sunwater_publisher --- Kisah tentang Arhan dan Naya. Arhan Putra Wira, anak tunggal dari keluarga Wira yang memiliki...